SEPUTAR CIBUBUR – Kebijakan aturan Pembelakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dari darurat hingga berubah nama jadi PPKM level 1 hingga 4, yang sebenarnya esensinya sama, hanya ‘beti’ (beda tipis), berdampak parah bagi sektor usaha ritel.
Jika situasi ini berlangsung dalam waktu lama, maka sebagian besar pelaku usaha sektor ritel bisa gulung tikar alias bangkrut dan tak dapat dihindari pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran.
Hal ini disampaikan Roy Nicholas Mandey, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) dalam wawancaranya di sebuah stasiun televisi, Rabu, 27 Juli 2021.
Menurut Roy, aturan PPKM yang mengharuskan usaha ritel baik dalam mal maupun luar mal tutup mengakibatkan pengusaha ritel rugi besar.
“Usaha ritel kami harus tutup. Ini berdampak signifikan terhadap kelangsung hidup bisnis kami,” kata Roy.
Tapi tidak sampai di situ, Roy mengatakan, selain sudah merugi karena diminta tutup, para pengusaha ritel masih juga haruskan bayar biaya listrik minimal, juga membayar gaji tenaga kerja yang rumahkan.
Baca Juga: KAP Hendrawinata Hanny Erwin & Sumargo Buka Lowongan Lima Senior Auditor
“Statusnya memang tidak langsung di PHK. Kita rumahkan dulu, karena memang tidak beroperasi, tapi kami tetap harus membayar, dan kemudian kalau kita sudah tidak mampu sama sekali, baru nanti gelombang PHK-nya yang terjadi,” kata Roy dengan nada memperingatkan.