Ini mengakibatkan banyak daerah sangat lambat pertumbuhan ekonominya meskipun perkebunan sawit sudah puluhan tahun beroperasi di daerah itu.
”Kondisi ini merupakan kontras dari pertanian masyarakat lokal yang semua uangnya berputar di desa yang memunculkan mesin ekonomi baru.
“Di perkebunan sawit yang sudah ada puluhan tahun pun, daerahnya tidak berkembang. Infrastruktur hanya dibangun untuk kepentingan perkebunan saja semata,” kata Tania.
Baca Juga: Rupiah Perkasa Dihadapan Dolar AS Pada Pembukaan Hari Ini
Sementara itu, Pujo menilai, perkebunan sawit sejak awal dibangun mendapat subsidi besar-besaran dari penguasa.
Buktinya, sejak tahun 1990-an, perusahaan sawit mendapat lahan dengan status hak guna usaha dari negara dengan harga yang sangat murah.
Akibatnya, perkebunan sawit berkembang pesat dan mengubah antropologi masyarakat Indonesia yang sebelumnya merupakan petani sawah atau petani hutan menjadi pekerja di perkebunan sawit besar atau menjadi petani sawit.
Lahan sawit pun terus berkembang hingga saat ini mencapai 22 juta hektar, sekitar 14 juta hektar merupakan lahan produktif dan sisanya lahan yang disiapkan untuk ekspansi sawit.
Baca Juga: Hotel The Gunawarman Milik Robert Bonosusatya Diduga Tempat Kongkow Konsorsium 303
Luasan ini mencakup sepertiga dari lahan pertanian di seluruh Indonesia. Ini adalah raksasa yang hanya meninggalkan ruang hidup yang sangat sempit bagi masyarakat,” kata Pujo.