SEPUTAR CIBUBUR - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melaksanakan aksi-aksi korektif yang membuat pelaku usaha kehutanan tak lagi melakukan business as usual dan harus melakukan penyesuaian dari praktik yang sebelumnya dilakukan.
Aksi-aksi korektif tersebut pada akhirnya berdampak positif pada semakin kuatnya tata kelola lingkungan hidup dan kehutanan sekaligus mendukung pertumbuhan bisnis.
Plt Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto menjelaskan, aksi-aksi korektif yang dilaksanakan diantaranya terkait pengendalian kebakaran hutan dan perbaikan tata air gambut.
Baca Juga: Ahmad Doli Kurnia Sebut Jokowi Bukan Kader Golkar
"Selain perbaikan tata air gambut, kebijakan lainnya adalah implementasi Multi Usaha Kehutanan, Reduced Impact Logging, Silvikultur Intensif, dan Kemitraan Kehutanan," kata Agus di sela Resepsi Peringatan Hari Bakti Rimbawan ke-41 di kantor KLHK, Jakarta, Senin, 18 Maret 2024.
Peringatan Hari Bakti Rimbawan ke-41 sekaligus menandai satu dekade KLHK yang merupakan penggabungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan pada akhir tahun 2014. Sepanjang satu dekade itu KLHK melaksanakan banyak aksi-aksi korektif tata kelola lingkungan.
Agus menjelaskan, untuk perbaikan tata air gambut Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) harus mengikuti ketentuan seperti yang diatur dalam Peraturan pemerintah No 57 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan peraturan pelaksananya. Diantaranya adalah harus melakukan penyekatan kanal untuk pembasahan gambut, membuat titik penaatan Tinggi Muka Air Tanah (TMAT), melindungi areal gambut fungsi lindung, dan melakukan budidaya hutan tanaman di areal gambut fungsi budidaya.
Ada 73 unit PBPH hutan tanaman yang melaksanakan kewajiban untuk rehabilitasi dan perbaikan tata air gambut dengan areal Pemulihan Ekosistem Gambut mencapai 2,3 juta hektare.
Aksi korektif lainnya adalah implementasi Multi Usaha Kehutanan dimana perusahaan didorong untuk tidak fokus pada pemanfaatan kayu tetapi juga pada hasil hutan bukan kayu, jasa lingkungan, dan ekowisata. Tujuannya untuk mengoptimalkan potensi sumber daya hutan.
Saat ini sudah ada 72 PBPH yang mendapat persetujuan Rencana Kerja Umum untuk melaksanakan Multi Usaha Kehutanan.
Kemudian ada implementasi Reduced Impact Logging yang bertujuan untuk mengurangi areal terdampak saat pemanenan hasil hutan, serta Silvikultur Intensif yang mendorong PBPH untuk memacu produktivitas hutan melalui teknik silvikultur.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Dr Soewarso menuturkan, banyak aksi korektif KLHK yang tidak terduga pelaku usaha kehutanan sebelumnya. "Mau tidak mau kami ikuti demi perbaikan. Alhamdulillah seiring waktu bisa kami ikuti," katanya saat menjadi narasumber pada sesi diskusi.
Soewarso menjelaskan aksi korektif KLHK terkait pengendalian kebakaran hutan dan lahan pasca El Nino tahun 2015. Saat itu, kata dia, kejadian karhutla memberi dampak yang besar termasuk bagi dunia usaha.
"Kegiatan Pemulihan ekosistem gambut yang dilaksanakan oleh PBPH berkontribusi pada semakin turunnya kejadian karhutla dan pengurangan emisi karbon," kata Soewarso.
Soewarso juga mengapresiasi KLHK yang cepat tanggap dengan melaksanakan relaksasi kebijakan untuk mendukung operasional usaha kehutanan pada saat pandemi Covid-19.
Baca Juga: Puncak Arus Mudik Diperkirakan Senin 8 April 2024
Menurut Soewarso aksi-aksi korektif tersebut mendukung terus tumbuhnya usaha kehutanan. Hal ini bisa dilihat dari stabilnya produksi kayu hutan alam dan terus meningkatnya produksi kayu dari hutan tanaman. Produksi kayu dari hutan alam stabil pada kisaran 4-6 juta m3 per tahun tahun 2015. Sementara pasokan kayu dari hutan tanaman tercatat 33,22 juta m3 pada tahun 2015 menjadi 52,8 juta m3 pada tahun 2023.
Nilai ekspor produk kayu juga menunjukkan peningkatan sejak tahun 2015. Bahkan pada tahun 2022 nilai ekspor produk kayu mencapai yang tertinggi sepanjang sejarah 14,43 miliar dolar AS.
Soewarso berharap kinerja ekspor produk kayu bisa terus meningkat dengan mempromosikan Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK). *