SEPUTAR CIBUBUR — Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) dan Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) menekankan urgensi transisi menuju kemandirian energi nasional melalui penguatan infrastruktur LNG dan gas bumi. Pasalnya, ketegangan geopolitik global, khususnya konflik Iran-Israel yang berpotensi menutup jalur vital Selat Hormuz, menjadi alarm keras bagi negara-negara pengimpor energi termasuk Indonesia.
Ketua Umum Aspebindo sekaligus Sekretaris Jenderal BPP Hipmi, Dr Anggawira, menyampaikan bahwa kondisi global saat ini harus menjadi momentum afirmatif bagi Indonesia untuk mempercepat pembangunan infrastruktur gas.
“Ketahanan energi tidak cukup hanya bicara pasokan. Ini adalah soal kedaulatan nasional. Jika kita terus bergantung pada LPG impor yang sangat terpengaruh harga dan pasokan luar negeri, maka kita membuka celah risiko besar terhadap stabilitas ekonomi,” tegas Anggawira, dalam keterangannya Jumat, 20 Juni 2025.
Indonesia masih mengimpor lebih dari 6 juta metrik ton LPG setiap tahun, yang setara dengan 72% kebutuhan domestik. Ketergantungan ini membebani keuangan negara—terbukti dari realisasi subsidi LPG yang mencapai Rp117 triliun pada 2022, dan diperkirakan akan terus meningkat jika krisis energi global memburuk.
Baca Juga: Anggawira Soroti Ketahanan Energi, Reformasi BUMN, dan Peran Strategis Danantara
Dorongan Infrastruktur Strategis
ASPEBINDO mengapresiasi langkah pemerintah yang telah berhasil menyelesaikan pembangunan Pipa Gas Cirebon–Semarang (CISEM) Tahap I sepanjang 62 km. Proyek ini sudah mulai mengalirkan gas ke kawasan industri Jawa Tengah dan menjadi langkah awal konektivitas gas nasional.
“CISEM adalah awal yang baik. Tapi harus berlanjut. Tahap II dari Semarang hingga Batang perlu dipercepat. Begitu juga proyek Dumai–Sei Mangkei (DUSEM) yang bisa menghubungkan cadangan gas Sumatera ke pusat-pusat industri,” jelas Anggawira.
Menurutnya, bila infrastruktur gas nasional terintegrasi, Indonesia bisa secara signifikan mengurangi ekspor LNG dan mengalihkannya untuk konsumsi dalam negeri—menopang pertumbuhan industri sekaligus mengurangi ketergantungan pada energi impor.
Tata Kelola Gas Perlu Direformasi
Aspebindo juga menyoroti lemahnya efisiensi tata kelola gas dan LNG di sektor hilir. Banyak pelaku usaha menghadapi hambatan birokrasi dan perizinan yang tumpang tindih antar lembaga.