SEPUTAR CIBUBUR - Koalisi Demokratisasi dan Moderasi Ruang Digital Indonesia (Koalisi Damai), koalisi yang terdiri dari 16 organisasi masyarakat sipil dan individu yang memiliki perhatian atas isu moderasi konten di Indonesia, mengecam permintaan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) terhadap X untuk menurunkan konten bertema sejarah di sejumlah akun di platform tersebut.
Permintaan takedown tersebut menarget setidaknya dua akun, yakni @neohistoria_id, dan @perupadata. Keduanya mengunggah konten kritis terkait kasus pemerkosaan pada kerusuhan Mei 1998. Kasus ini kembali menjadi perdebatan publik akibat pernyataan sejumlah pejabat pemerintah yang membantah terjadinya kekerasan seksual yang sistematis dalam peristiwa itu. Demikian pernyataan sikap Koalisi Damai di Jakarta, Kamis, 19 Juni 2025).
Dalam rilisnya, Koalisi Damai mengungkapkan bahwa pada 18 Juni 2025, akun media sosial sejarah, @neohistoria_id, mendapatkan surel dari X yang berisi pemberitahuan bahwa platform tersebut menerima laporan dari Komdigi mengenai adanya konten dari akun tersebut yang dianggap melanggar peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Baca Juga: Nihayatul Wafiroh Kecam Pernyataan Fadli Zon yang Ingkari Tragedi Pemerkosaan Mei 1998
Konten yang dimaksud dalam surel tersebut merupakan konten edukasi sejarah yang diunggah @neohistoria_id pada 17 Juni 2025. Berikut bunyi cuitan tersebut: "Ave Neohistorian! Jauh sebelum Fadli Zon, Wiranto yang sebelumnya menjabat sebagai Panglima ABRI, pernah mengutarakan nada serupa bahwa peristiwa kerusuhan Mei 1998 tidak pernah terjadi [SEBUAH UTAS]".
Cuitan itu disertai foto Wiranto berpakaian ABRI dengan narasi "WIRANTO: TIDAK ADA PEMERKOSAAN MASSAL PADA MEI 1998" (tautan: https://x.com/neohistoria_id/status/1934973617818976425).
Pada hari yang sama, akun @perupadata juga mendapat surel dari X dengan pesan aduan yang sama. Aduan dari Kemenkomdigi tersebut terkait dengan konten yang diunggah pada 15 Juni 2025, yang berbunyi, "Menteri Kebudayaan, sedang menulis ulang sejarah, tapi mengabaikan fakta bahwa kerusuhan 1998 diwarnai catatan kelam perkosaan massal. Padahal data menunjukkan ada 152 orang jadi korban kekerasan seksual selama masa kritis, 20 di antaranya meninggal." (tautan: https://x.com/perupadata/status/1935517150187503832?s=61)
Alasan yang disampaikan dalam e-mail terkait permintaan konten yang diunggah kedua akun tersebut menyebutkan adanya dugaan pelanggaran terhadap hukum Indonesia. Namun tidak dijelaskan secara rinci bagian mana dari konten yang dianggap melanggar maupun dasar hukum apa yang digunakan. Ketidakjelasan ini mencerminkan kurangnya transparansi dalam proses takedown konten, yang membuka ruang bagi penyalahgunaan wewenang.
Baca Juga: Sangkal Perkosaan Massal Mei 1998, Fadli Zon Didesak Minta Maaf