SEPUTAR CIBUBUR - Sebanyak 42% pengambil keputusan saat ini percaya bahwa dalam waktu dekat, mereka akan menghadapi disrupsi pada perusahaan mereka karena bencana alam yang disebabkan oleh perubahan iklim. Demikian laporan Future of Enterprise terbaru yang dirilis Ericsson (Nasdaq: ERIC) yang menyoroti betapa pentingnya perusahaan bertindak proaktif dan tangguh dalam menghadapi disrupsi.
Ericsson juga melakukan wawancara kepada perusahaan di Indonesia dan menemukan bahwa 52% pengambil keputusan percaya hal yang sama. Peristiwa tidak terduga lainnya juga diperkirakan akan menimbulkan tantangan, seperti krisis energi, pandemi, dan konflik global.
Sementara itu, mereka menyadari bahwa kesiapsiagaan sangat penting, terdapat kebutuhan untuk beralih dari strategi reaktif menuju perencanaan resiliensi jangka panjang, serta bergeser dari resiliensi yang berorientasi pada pemulihan.
Baca Juga: 5G Teknologi Terkemuka di Asia Tenggara 2028, Ini Penjelasan Ericsson
Kabar baiknya adalah perusahaan mengambil perencanaan resiliensi dengan serius – sebanyak 63% pengambil keputusan di Indonesia mengatakan perusahaan mereka memiliki strategi yang terdefinisi dengan baik untuk menangani peristiwa-peristiwa disruptif dan 70% karyawan di Indonesia berpendapat bahwa dengan melakukan kerja sama yang baik dengan mitra, pemasok, dan lainnya adalah kunci untuk meningkatkan kemampuan tempat kerja mereka dalam menangani peristiwa disrupsi.
Persiapan tersebut didorong oleh digitalisasi dan otomatisasi, karena 81% perusahaan yang memiliki strategi resiliensi yang terdefinisi dengan baik telah terbukti menaruh investasi di bidang ini. Namun, penting untuk mengenali nilai dalam resiliensi proaktif daripada reaktif, sesuatu yang mungkin tidak menjadi bagian dari strategi banyak perusahaan. Pada intinya, terdapat lebih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan mengingat kondisi iklim saat ini.
Baca Juga: Tingkatkan Standar Keberlanjutan, Ericsson Luncurkan Radio Ini
Patrik Hedlund, Senior Researcher, Ericsson Consumer & IndustryLab, mengatakan bahwa perang, krisis energi, bencana alam, dan pandemi membuat dunia menjadi semakin kompleks, dan sekarang adalah waktu untuk mengadopsi strategi resiliensi.
”Hal ini sangat penting bagi perusahaan jika mereka ingin tetap kompetitif dan berkelanjutan dalam jangka panjang. Meskipun banyak perusahaan sudah memiliki strategi, laporan ini menunjukkan kebutuhan nyata akan pergeseran dari resiliensi berbasis pengulangan jangka pendek ke strategi berbasis efisiensi jangka panjang,” ujarnya.