Wastra Indonesia, Pesona Kain Tradisional dalam Welcoming Dinner WWF ke-10

- 21 Mei 2024, 23:20 WIB
Presiden Joko Widodo saat menghadiri Welcoming Dinner World Water Forum ke-10 di GWK, Bali, Minggu (19/5/2024) malam
Presiden Joko Widodo saat menghadiri Welcoming Dinner World Water Forum ke-10 di GWK, Bali, Minggu (19/5/2024) malam /BPMI Setpres/infopublik.id

SEPUTARCIBUBUR- Wastra adalah istilah yang mencakup berbagai jenis kain tradisional Indonesia. Masing-masing wastra memiliki ciri khas yang dapat dibedakan dari simbol, warna, motif, ukuran hingga material yang digunakan.

Pada acara Welcoming Dinner World Water Forum ke-10 yang diselenggarakan di Garuda Wisnu Kencana Cultural Park, ada sejumlah wastra cantik Indonesia  yang menebarkan pesona di mata dunia.

Presiden RI Joko Widodo beserta para kepala negara, atau yang mewakili, kompak hadir dengan mengenakan baju dari Kain Tenun Sintang Kalimantan.

Baca Juga: Tumpek Uye dan Segara Kerthi, Upacara dan Perayaan Terhadap Alam Pada WWF ke-10

Kain ini dikenal mempunyai motif khas, kehalusan bahan, dan cara pembuatan yang mempertahankan nilai tradisional yang terinspirasi lingkungan sekitar, yakni sungai, hewan, dan tumbuhan.

Pembuatan Tenun Sintang pun masih menggunakan alat tenun tradisional, dengan bahan dan pewarna benang yang diambil dari bahan alami, seperti daun, akar, kulit, buah, atau biji tumbuhan di hutan.

Untuk menghasilkan motif yang indah, tenun ini bahkan memerlukan waktu produksi lebih dari tiga bulan.

Baca Juga: Renungan Malam Kristiani: Keinginan Berkuasa

Sementara Menparekraf Sandiaga Uno serta para delegasi setara menteri mengenakan pakaian dari Kain Endek Bali.

Kain Endek adalah tenun tradisional yang dibuat menggunakan sistem tenun ikat, yakni dengan mengikat benang pakan dan benang lungsi.

Oleh karena itu, kain ini juga sering dikenal sebagai Tenun Ikat Bali.

Saat ini pembuatan kain endek telah mengikuti perkembangan zaman yakni memanfaatkan teknologi air brush, seperti yang dikenakan oleh Menparekraf Sandiaga Uno.

Terobosan baru di dunia tenun ini mampu mempersingkat proses persiapan produksi sampai 2-4 hari kerja tanpa mengurangi kualitas tenun endek tersebut.

Menurut Kadispar Bali, Tjok Bagus Pemayun, ‘endek’ berasal dari kata ‘gendekan’ atau ‘ngendek’ yang berarti ‘diam’, ‘tetap’, atau ‘tidak berubah warna’.

Kata tersebut menggambarkan pembuatan motif endek, dengan cara diikat. Saat dicelup, benang yang diikat warnanya pun tidak berubah.

Dengan diperkenalkannya Tenun Sintang dan Endek di forum air internasional terbesar di dunia, semoga wastra Indonesia semakin dikenal dan diminati oleh masyarakat internasional. ***

 

Sumber: kemenparekraf.ri

Editor: Ruth Tobing


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah