SEPUTAR CIBUBUR - DPR RI telah menyetujui pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-Undang. Namun pro dan kontra yang mengiringi perjalanannya masih berlanjut.
Komunikolog Indonesia Emrus Sihombing berpendapat sikap protes terhadap KUHP baru itu tidak semestinya dilakukan dengan memukul rata seolah semua isinya buruk.
Sambil membagikan video TikTok dari akun @ceritabangsa yang berisi monolog Najwa Shihab bertajuk "Ini Undang Undang atau Plester Ya", yang beralamat di https://www.tiktok.com/@ceritabangsa/video/7114639021510233371, Emrus Sihombing memberikan contoh sikap protes yang seharusnya tidak dilakukan.
"Pandangan narator di atas saya pastikan sangat kental dengan framing politik yang menempatkan dirinya sebagai oposan dari produk KUHP yang baru saja disahkan," kata pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan itu.
"Sebab, sama sekali tidak mengemukakan satu pasal saja, sebagai teladan, yang sangat produktif dibanding dengan KUHP sebelumnya, yang merupakan produk kolonial," jelas Emrus Sihombing.
Selain itu, Emrus Sihombing menilai Najwa Shihab sebagai narator terkesan mengasumsikan bahwa pemerintah sebagai pelaksana undang-undang, yang dalam video itu disebut "tuannya", berkuasa turun temurun atau dinasti.
Baca Juga: KUHP Baru Berlaku 3 Tahun Lagi, Ini Pesan Mahfud MD kepada Para Jaksa
Padahal, menurutnya tidak demikian, sebagai salah satu negara demokrasi terbaik, di Indonesia presiden dipilih melalui Pemilu lima tahunan.