SEPUTAR CIBUBUR - Negara-negara produsen kayu tropis membentuk koalisi untuk mendesak pengakuan sistem sertifikasi yang dikembangkan oleh masing-masing negara.
Pengakuan dari Negara konsumen terhadap sistem sertifikasi nasional diharapkan akan membuka pasar lebih luas sebagai insentif dalam pengelolaan hutan lestari.
Koalisi terdiri dari Indonesia, Guyana, Liberia, Ghana, Republik Kongo, Kamerun, dan yang baru bergabung, Gabon. Koalisi diumumkan di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP27 UNFCCC di Sharm El Sheikh, Mesir, Rabu, 16 November 2022.
Hadir pada pengumuman koalisi Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong, Chair of The Forestry Development Authority Liberia Harrison Karnwea, Director of Ghana Forestry Comission Chris Beeko, Minister of Forest Economy Republik Kongo Rosalie Motondo, dan pejabat senior dari Negara-negara koalisi secara faktual maupun virtual.
Koalisi berisi Negara yang umumnya menjalin perjanjian kemitraan sukarela untuk penegakan hukum, perbaikan tata kelola, dan perdagangan kayu (FLEGT-VPA) dengan Uni Eropa.
Setiap Negara telah berhasil memperbaiki tata kelola kayu dan membangun sistem sertifikasi kayu secara nasional namun merasakan minimnya insentif pasar terhadap apa yang sudah dicapai.
“Menghargai tata kelola hutan yang baik dengan insentif pasar bisa mendorong transformasi di sektor kehutanan, mencegah deforestasi dan degradasi hutan, yang akan berdampak pada pencegahan perubahan iklim,” kata Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto.
Baca Juga: Promosi Komoditas Lestari Bisa Tiru SVLK Indonesia, Supaya Tekan Deforestasi
Untuk medorong perbaikan tata kelola kehutanan dan mempromosikan produk kayu lestari, Indonesia telah mengembangkan Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) sejak lebih dari 15 tahun lalu.