HASIL RAPAT KSSK: Stabilitas Sistem Keuangan Terus Membaik Seiring Membaiknya Indikator Perekonomian RI

- 1 Februari 2023, 10:48 WIB
KSSK
KSSK /Brain Sihotang/Bank Indonesia

SEPUTAR CIBUBUR -  Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) triwulan IV tahun 2022 terus membaik di tengah optimisme terhadap pemulihan ekonomi yang terus berlanjut dan semakin positif seiring membaiknya berbagai indikator perekonomian dan sistem keuangan domestik. 

Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam rapat berkala KSSK I tahun 2023 pada Senin (30/01) berkomitmen terus memperkuat koordinasi dan tetap menjaga kewaspadaan terhadap perkembangan risiko global.

Beberapa indikator yang dibahas dalam rapat berkala KSSK kali ini dan menjadi pertanda perbaikan dan optimisme pertumbuhan ekonomi Indonesia mendatang ini adalah diantaranya:

Baca Juga: Grab Indonesia bersinergi dengan Kemenparekraf luncurkan 'Numpang Pesona Jogja Istimewa' Meriahkan ATF 2023

Tekanan global mulai mereda pada akhir triwulan IV 2022 meskipun terdapat risiko yang perlu dicermati. Tekanan inflasi global terindikasi mulai berkurang meskipun tetap di level tinggi seiring masih tingginya harga energi dan pangan, berlanjutnya gangguan rantai pasokan, serta masih ketatnya pasar tenaga kerja terutama di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. 

Sejalan dengan itu, pengetatan kebijakan moneter di negara maju diperkirakan mendekati titik puncaknya dengan suku bunga yang masih akan tetap tinggi di sepanjang 2023. 

Ketidakpastian pasar keuangan global juga mulai berkurang sehingga berdampak positif pada negara berkembang dengan meningkatnya aliran modal global dan berkurangnya tekanan pelemahan nilai tukar. 

Ke depan, ekonomi global diperkirakan akan tumbuh lebih lambat akibat fragmentasi geopolitik dan risiko resesi di AS dan Eropa. Namun demikian, membaiknya prospek ekonomi di Tiongkok terkait penghapusan Zero Covid Policy diperkirakan akan mengurangi risiko perlambatan ekonomi global yang lebih dalam.

Perbaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berlanjut dengan konsumsi rumah tangga tetap kuat disertai level inflasi yang lebih rendah dari prakiraan. Berlanjutnya kinerja positif perekonomian tercermin pada berbagai indikator dini per Desember 2022, seperti Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Penjualan Riil (IPR) yang terus memberikan sinyal optimisme.

Baca Juga: IHSG Hari ini 1 Feb 2023 Potensi Menguat, bursa AS alami Kenaikan saat Eropa dan Asia Pasifik Melemah

Selain itu, Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur melanjutkan tren ekspansi di level 50,9. Kinerja neraca perdagangan juga terus mencatatkan surplus dengan total surplus di tahun 2022 mencapai USD54,46 miliar, merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah. 

Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2022 diperkirakan mencapai 5,2-5,3%. Ke depan, pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2023 diperkirakan tetap kuat sejalan dengan penghapusan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), meningkatnya aliran masuk Penanaman Modal Asing (PMA), dan berlanjutnya penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN), meskipun sedikit melambat sebagai dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi global. 

Inflasi menurun lebih cepat dari yang diprakirakan. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada akhir 2022 tercatat sebesar 5,51% (yoy), jauh lebih rendah dari prakiraan pasca penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada September 2022. Demikian pula inflasi inti tercatat rendah pada akhir 2022 yaitu sebesar 3,36% (yoy) jauh lebih rendah dari prakiraan BI sebesar 4,61% (yoy). Penurunan inflasi IHK dan inti tersebut sebagai hasil koordinasi yang sangat erat antara Pemerintah dan BI melalui respons kebijakan moneter BI yang front loaded, pre-emptive, dan forward looking, didukung dengan pengendalian inflasi bahan pangan bergejolak (volatile food)  melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). Ke depan, inflasi inti diprakirakan tetap berada dalam kisaran 3,0±1% pada semester I 2023 dan inflasi IHK kembali ke dalam sasaran 3,0±1% pada semester II 2023.

Nilai tukar Rupiah menguat sehingga mendukung stabilitas perekonomian. Rupiah pada awal 2023 mengalami apresiasi, di mana sampai dengan 27 Januari 2023 menguat 3,89% (ytd) dibandingkan dengan level akhir Desember 2022. Penguatan Rupiah relatif lebih baik dibandingkan dengan apresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Malaysia (3,83% ytd), Filipina (2,30% ytd), dan India (1,46% ytd). 

Penguatan tersebut didorong oleh aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek ekonomi domestik yang tetap baik dengan stabilitas yang terjaga, imbal hasil aset keuangan domestik yang tetap menarik, dan ketidakpastian pasar keuangan global yang sedikit mereda.

Baca Juga: Ini Dukungan RM Marrel Suryokusumo dan STIE Mitra di Kejurnas Sprint Rally Indonesia Seri 1

Kinerja pasar saham masih mampu menguat 4,09% (ytd) ke level 6.850,62 per 30 Desember 2022 dan termasuk salah satu bursa saham dengan kinerja terbaik di kawasan. Hal ini ditunjang dengan net buy nonresiden di pasar saham Rp60,60 triliun (ytd) di tengah volatilitas pasar keuangan global.

Dari sisi fiskal, APBN 2022 yang merupakan bagian dari serangkaian kebijakan fiskal di masa pandemi Covid-19 telah bekerja keras untuk melindungi masyarakat dan menjaga momentum pemulihan ekonomi dengan kinerja APBN yang tetap sehat dan berkelanjutan. 

Kinerja positif APBN 2022 terefleksi dari realisasi belanja negara yang sebesar Rp3.090,75 triliun atau mampu tumbuh 10,92% (yoy). APBN telah bekerja untuk melindungi daya beli masyarakat dan menopang pemulihan ekonomi melalui dukungan subsidi dan kompensasi, penebalan bantuan sosial, dukungan proyek strategis nasional, penurunan stunting dan pengentasan kemiskinan ekstrem, dukungan program JKN, serta layanan publik di daerah.

Seiring kuatnya dukungan belanja tersebut, ekonomi dapat pulih dengan cepat dan dunia usaha dapat bangkit lebih kuat, sehingga berdampak positif terhadap pendapatan negara yang mencapai Rp2.626,42 triliun, tumbuh signifikan sebesar 30,58% (yoy) dan mencapai 115,90% dari target APBN (Perpres No. 98/2022). 

Realisasi pendapatan tersebut meliputi realisasi penerimaan perpajakan yang mencapai Rp2.034,54 triliun (114,04% dari Perpres No. 98/2022) atau tumbuh sebesar 31,44% dari realisasi tahun 2021 dan realisasi PNBP yang mencapai Rp588,34 triliun (122,16% dari target Perpres No. 98/2022) atau tumbuh sebesar 28,32% (yoy). 

Kinerja pendapatan yang optimal tersebut terutama dipengaruhi pemulihan aktivitas ekonomi yang semakin menguat, masih tingginya harga komoditas, serta buah dari reformasi perpajakan. 

Kombinasi dari pencapaian pendapatan yang tumbuh kuat dan kinerja belanja yang tumbuh positif tersebut berdampak pada pengendalian risiko fiskal yang semakin solid, terefleksi pada defisit APBN yang mencapai Rp464,33 triliun atau 2,38% PDB, jauh lebih rendah dari target sebesar 4,50% PDB (Perpres No. 98/2022). 

Dengan defisit APBN yang lebih rendah dibandingkan target awal, rasio utang Pemerintah menurun dari 40,74% di akhir tahun 2021 menjadi 39,57% PDB di akhir tahun 2022. Selain itu, keseimbangan primer yang sebelumnya negatif cukup besar, saat ini bergerak menuju positif.

Baca Juga: Ramalan Bintang Aquarius dan Pisces, Selasa 31 Januari 2023: Jangan Menghakimi Pasangan Anda Terlalu Keras

Pasar Surat Berharga Negara (SBN) melanjutkan penguatan di awal tahun 2023, didorong pembelian kembali SBN oleh investor nonresiden. Sampai dengan 27 Januari 2023, tercatat net buy oleh nonresiden senilai Rp48,53 triliun, perbankan senilai Rp121,98 triliun, dan investor keuangan nonbank senilai Rp3,63 triliun. 

Penguatan tersebut juga didukung oleh yield SBN seri benchmark 10 tahun yang mengalami penurunan sebesar 20 bps (ytd) ke level 6,74%. Meskipun kondisi pasar SBN sudah mulai kondusif, tekanan inflasi global di beberapa negara yang masih persisten tinggi perlu tetap diwaspadai yang berpotensi memicu naiknya suku bunga kebijakan bank sentral global di luar ekspektasi.

Kinerja APBN yang sangat baik tersebut dapat dimaknai bahwa peran APBN tahun 2022 sebagai shock absorber dapat berfungsi optimal dalam meredam gejolak perekonomian global yang semakin eskalatif, menjaga tingkat kesejahteraan masyarakat serta mendukung berbagai agenda pembangunan secara optimal. 

APBN mampu mengendalikan risiko lebih solid sehingga menjadi fondasi yang kuat untuk melanjutkan pelaksanaan konsolidasi fiskal pada tahun 2023, serta mendukung upaya transformasi ekonomi.***

Editor: Ruth Tobing

Sumber: Bank Indonesia


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x