Tega Terlantarkan di Tengah Perang Saudara di Sudan Warga AS Kecam Pemerintahnya

29 April 2023, 13:13 WIB
Asap mengepul setelah pesawat di Bandara Khartoum Sudan dibakar di tengah Perang Saudara yang pecah di sana. /Reuters/Stringer/

SEPUTAR CIBUBUR - Krisis politik dan keamanan di Sudan hingga kini masih berlangsung. Serangan udara, tank, dan artileri mengguncang Ibu Kota Sudan , Khartoum, dan kota terdekat Bahri kemarin.

Ratusan orang telah terbunuh dan puluhan ribu telah melarikan diri untuk menyelamatkan hidupnya. Tak hanya penduduk setempat, warga negara asing, termasuk Amerika Serikat (AS) berupaya keras meninggalkan negara di Afrika itu.

 

Namun sayangnya, warga AS yang kini  berada di tengah perebutan kekuasaan antara militer dan kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF) itu harus menelan kekecewaan dan amarah memuncak.

sudahBaca Juga: Puan: Keselamatan WNI Harus Jadi Prioritas dalam Evakuasi di Sudan

Mereka merasa ditelantarkan oleh pemerintahnya dan dibiarkan menangani situasi rumit dan berbahaya itu sendirian. Pemerintah AS dinilai lamban merespon situasi genting yang membahayakan jiwa warganya di Sudan.

Kantor berita CNN melaporkan, kendati sejumlah negara mengevakuasi warga mereka, namun Pemerintah AS terus mengatakan bahwa kondisinya tidak kondusif untuk melaksanakan evakuasi sipil. 

Dalam laporan tersebut dinyatakan semua personel Pemerintah AS telah dievakuasi dalam sebuah operasi militer pada akhir pekan ini.

Baca Juga: BSI Maslahat Salurkan Zakat Fitrah dan Paket Lebaran 1444 H untuk Dhuafa

Sejumlah pejabat AS menyampaikan bahwa mereka menjalin komunikasi yang erat dengan warga AS dan secara aktif memfasilitasi pemulangan mereka dari Sudan.

Menurut keterangan sejumlah masyarakat yang keluarganya berada antara puluhan warga AS yang diwawancarai di Sudan itu mengatakan, hampir tidak ada bantuan sama sekali dari Departemen Luar Negeri AS sejak kekerasan mematikan meletus lebih dari sepekan lalu.

"Sejujurnya, Departemen Luar Negeri AS tidak berguna, sama sekali tidak berguna, selama periode ini," ujar Imad, yang meminta nama belakangnya dirahasiakan.

Baca Juga: Putri Raja Judi Hongkong Stanley Ho Menikah di Bali, Gelar Pesta Mewah Habiskan Rp95 Miliar

Orang tua Imad sedang melakukan perjalanan dari Khartoum menuju Mesir.

"Kami mengharapkan Departemen Luar Negeri AS memberikan semacam panduan, namun panduan itu hanyalah templat, hanya tempat perlindungan yang didirikan, tidak ada informasi penting yang diberikan," ujar Imad.

Seperti diketahui, perang saudara di Sudan telah membangkitkan kembali konflik yang telah berlangsung selama dua dekade di wilayah Darfur barat di mana banyak orang tewas minggu ini.

Baca Juga: Ramalan Bintang Leo dan Virgo, Sabtu 29 April 2023: Jaringan Anda Untuk Menjalankan Bisnis Meningkat

Di daerah Khartoum, tembakan senjata berat dan ledakan mengguncang lingkungan perumahan. Gumpalan asap naik di atas Bahri.

“Kami mendengar suara pesawat dan ledakan. Kami tidak tahu kapan neraka ini akan berakhir,” kata warga Bahri, Mahasin al-Awad (65), seperti dikutip Reuters, Sabtu, 29 April 2023 .

“Kami selalu dalam keadaan ketakutan.” Militer telah mengerahkan jet tempur maupun drone untuk menyerang pasukan RSF di lingkungan sekitar ibu kota.

Baca Juga: Di Pelabuhan Ini, Mendag Lepas Ekspor 30.000 Ton Baja Milik KRAS ke Italia

Banyak penduduk ditembaki oleh perang kota dengan sedikit makanan, bahan bakar, air dan listrik.

Menurut data PBB, sebanyak 512 orang telah tewas dan hampir 4.200 terluka. Namun, PBB juga meyakini bahwa jumlah korban sebenarnya jauh lebih tinggi.

Persatuan Dokter Sudan mengatakan sedikitnya 387 warga sipil tewas. RSF menuduh militer melanggar gencatan senjata yang ditengahi secara internasional dengan meluncurkan serangan udara di pangkalannya di Omdurman, kota kembar Khartoum di pertemuan sungai Nil Biru dan Putih, dan Gunung Awliya. ***

 

Editor: Erlan Kallo

Sumber: Rueters CNN

Tags

Terkini

Terpopuler