Uni Eropa Mengklaim Kenaikkan 26 Persen Impor Sawit 2020, Menolak Tuduhan Diskriminatif

- 2 Juni 2021, 17:31 WIB
Indonesia menjadi produsen minyak sawit mentah (crude palm oil / CPO) terbesar dunia sehingga menyumbang devisa yang cukup besar bagi negara.
Indonesia menjadi produsen minyak sawit mentah (crude palm oil / CPO) terbesar dunia sehingga menyumbang devisa yang cukup besar bagi negara. / Dok. Disbun Kukar

 

 

SEPUTAR CIBUBUR - Perwakilan Tinggi Uni Eropa, EU (European Union) Josep Borrell, menegaskan tidak bersikap diskriminatif terhadap impor minyak sawit, bahkan impor minyak sawit Eropa menmgalami kenaikkan 26 persen pada 2020.

“Artinya tidak ada larangan, hanya masalah keberlanjutan yang harus kita selesaikan bersama,” ujarnya seusai pertemuan Perwakilan Tinggi Uni Eropa Untuk Urusan Luar Negeri dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di Jakarta pada Rabu, 2 Juni 2021.

Josep menambahkan sebenarnya tidak ada larangan impor minyak sawit di Eropa. Bahkan ia mengklaim bahwa impor minyak sawit di Eropa meningkat sebesar 26 persen pada 2020. “Artinya tidak ada larangan, hanya masalah keberlanjutan yang harus kita selesaikan bersama,” ujarnya.

Baca Juga: Garuda Tawarkan Pensiun Dini Demi Selamat Dari Tekanan Utang

Sikap Uni Eropa itu disampaikan Josep, menyusul pernyataan sikap Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi yang meminta Uni Eropa tidak diskriminatif terhadap produk kelapa sawit Indonesia, guna mempercepat pemulihan ekonomi dari dampak pandemi.

“Permintaan Indonesia sederhana, agar kelapa sawit Indonesia diperlakukan secara adil,” kata Retno dalam pernyataan pers virtual, usai bertemu dengan Perwakilan Tinggi EU untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan Josep Borrell di Jakarta, Rabu.

Baca Juga: Sinopsis Keajaiban Cinta SCTV, Rabu 2 Juni 2021: Elma Duga Melati Belum Mati

Perdagangan Indonesia-EU diwarnai perselisihan soal minyak kelapa sawit pada 2019, setelah blok itu membuat kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) dan Delegated Regulation yang disebut akan membatasi akses masuk produk-produk bahan bakar hayati yang dinilai tidak bersifat ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Halaman:

Editor: Erwin Tambunan

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x