Presiden Berkampanye, Bagaimana Mungkin Tidak Ada Conflict of Interest

- 30 Januari 2024, 10:30 WIB
Diskusi bertajuk Presiden Berkampanye? yang diselenggarakan Universitas Paramadina secara daring, Senin (29/1/2024). Sumber: Universitas Paramadina
Diskusi bertajuk Presiden Berkampanye? yang diselenggarakan Universitas Paramadina secara daring, Senin (29/1/2024). Sumber: Universitas Paramadina /

“Dalam hal presiden dan kampanye pemilu, berdasarkan regulasi tenis yang ada, karena tidak didaftarkan sebagai Pelaksana Kampanye, maka Presiden Jokowi tidak bisa jadi pelaksana kampanye untuk berkampanye bagi partai politik atau pasangan calon
manapun untuk Pemilu 2024.” lanjutnya.

Titi memaparkan bahwa Presiden bisa ikut menjadi peserta kampanye, namun harus mengajukan cuti dan tidak menggunakan fasilitas dalam jabatan kecuali pengamanan sebagaimana ketentuan Pasal 281 UU 7/2017 vide PP 32/2018. “Bawaslu harus melakukan pengawasan terhadap pejabat negara berlatar belakang partai politik untuk mencegah politisasi dan penyalahgunaan fasilitas negara untuk kepentingan pemenangan pemilu,” tuturnya.

Muhammad Isnur, Ketua Umum YLBHI menyinggung upaya melemahkan partai dengan adanya konflik yang terjadi sebagai cara utama untuk ikut serta kekuasaan pemerintah atau presiden. “Hal tersebut membuat semuanya tunduk seiya sekata dengan pemerintah, bahkan MK dan KPK yang diharapkan oleh masyarakat tak lagi berani dan bisa dengan tegas dalam memutuskan sebuah permasalahan,” papar Isnur.

Baca Juga: Janji-janji Manis Kampanye Ganjar, Anies, dan Prabowo, Mana yang Menggoda

“Mendorong 3 periode ini sendiri telah dibongkar oleh Jokowi seperti yang dikatakan oleh PDIP, memang disuarakan oleh para menteri dan ketua partai. Kemudian menjelang tahun-tahun pemilu ada kode-kode yang diberikan mengenai penerus yang dimanfaatkan oleh berbagai calon untuk kepentingan kampanye,” bebernya.

Isnur menyampaikan adanya temuan seputar pengerahan aparat pertahanan atau keamanan dalam politik praktis, mengerahkan dan mengancam kepala daerah untuk berpihak, memelihara dan mengendalikan buzzer untuk mempertahankan kekuasaan, serta kerja sama dengan lembaga survei untuk mempengaruhi persepsi masyarakat. Situasi ini adalah hal yang semakin berbahaya, ada rangkaian peristiwa yang mendasar.

Zaenal Arifin Muchtar, Dosen Tata Negara UGM mempertanyakan jika presiden melakukan cuti. “Bagaimana dengan tugas pemerintahan dijalankan oleh siapa? Lalu izin kepada siapa? Sebenarnya bukan hanya sekadar bisa atau boleh presiden berkampanye secara hukum, tetapi terlalu banyak komplikasi hukum yang terjadi karena undang-undang 7 tahun 2017 tidak mengaturnya secara detail,” tandasnya

Undang-undang 30 tahun 2014, presiden tidak boleh melakukan tindakan yang bukan merupakan kepentingan negara tetapi mengedepankan kepentingan pribadi. Berat bagi presiden untuk melakukan kampanye bahkan melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu paslon. Dengan ada salah satu anaknya saja yang menjadi cawapres, hal itu sudah sangat merugikan paslon lainnya.

Baca Juga: SVLK Mendorong Peningkatan Ekspor Produk Hasil Hutan, Kampanye Positif Terus Dilakukan

“Secara etika politik ini berdiri bukan hanya sekadar undang-undang tapi berdasar pada janji. Sehingga secara etis tuntutannya menjadi sangat berat, karena memperbolehkan berbagai tindakan tidak netral yang dilakukan oleh dirinya maupun para menteri hingga ASN,” tegasnya.

Halaman:

Editor: Ruth Tobing

Sumber: Siaran Pers


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x