Ia menemukan pola pembuktian kesalahan dokter dalam kasus malpraktik medik.
Jadi hukum pidana melakukan interdisipliner dengan hukum kedokteran forensik, dan itu sudah ada dalam kitab Undang-Undang Dasar. Selama ini hal itu berjalan sendiri-sendiri.
“Contoh apabila ada kasus pasien meninggal, kondisinya, dokternya, selalu tidak dapat dibuktikan apakah telah terjadi kelalaian medik atau tidak. Apabila masuk dalam BAP Kepolisian tidak pernah terealisasi dengan baik.” tutur Soraya Haque.
Menurut ibu tiga anak ini sebagai konsumen yang memakai jasa fasilitas kedokteran harusnya mendapat proteksi pelayanan kesehatan yang baik yang dijamin oleh Undang-Undang. Hal ini yang tidak pernah ada.
Dalam menyelesaikan studinya, Soraya Haque pernah merasa berada di suatu titik tersulit, tetapi setelah melalui lima kali sidang dirinya dinyatakan lulus dengan judisium 93,8.
Satu hal yang penting bagi Soraya Haque adalah ilmu yang ia dapatkan, dapat diberikan kepada masyarakat.
Jika merunut ke belakang, menjadi model catwalk sesungguhnya bukan cita-cita seorang Soraya Haque, karena ia lebih tertarik untuk mempelajari musik konservatorium.
Di usia 14 tahun dirinya sempat mendapat beasiswa untuk mempelajari piano klasik di Vienna, Austria. Namun orang tuanya tidak mengizinkannya pergi. Hal itu menimbulkan kemarahan dalam dirinya.
Kompensasi dari rasa kemarahan itu membuat Soraya Haque mengikuti ajang pemilihan Top Model Indonesia dan terpilih di tahun 1981.