Pemanfaatan Potensi Panas Bumi Indonesia, Perlu Pertimbangkan Tiga Hal Berikut  

9 Maret 2024, 20:47 WIB
Dr. Arcandra Tahar (Duduk No.2 dari Kanan), Pada Diskusi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS) /CTIS/

 

SEPUTAR CIBUBUR - Indonesia yang memiliki sekitar 400 gunung api dengan 124 diantaranya gunung api aktif, berpotensi membangkitkan 29.000 MegaWatt (MW) Listrik dari panas bumi. Saat ini  pemanfaatan panas bumi sekitar 2000 MW saja. 

Guna meningkatkan pemanfaatkan energi panas bumi di Indonesia, perlu dipertimbangkan tiga hal. Pertama layak secara teknis, kedua secara ekonomis menguntungkan, dan ketiga adanya regulasi yang ramah investasi. 

Demikian kesimpulan diskusi Center for Technology and Innovation Studies (CTIS) Tentang “Tantangan Penggunaan Teknologi Konvensional di Geothermal”, Rabu, 6 Maret, 2024. 

Baca Juga: Bamsoet Nilai Ridwan Kamil Lebih Pas Jadi Menteri PUPR 

Berbicara dalam diskusi CTIS tersebut, Dr. Arcandara Tahar, mantan Menteri dan Wakil Menteri Energi & Sumberdaya Mineral. Diskusi dimoderatori Ketua Komite Energi CTIS, Dr. Unggul Priyanto yang juga mantan Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Arcandra menegaskan bahwa salah satu sumber energi ramah lingkungan dan berpotensi mengurangi dampak perubahan iklim adalah geothermal atau panas bumi.   Lapisan kerak bumi yang panas, dikenal sebagai “Hot Rocks” menghasilkan uap air, antara lain, digunakan sebagai tempat pemandian air panas.

Untuk skala besar, uap geothermal digunakan untuk memutar turbin dan membangkitkan Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP). Di tahun 2023, 60% energi panas bumi digunakan untuk pemanas dan sisanya untuk pembangkit listrik, menghasilkan listrik sekitar 16.000 MW. Pada tahun 2050, diperkirakan sekitar 80% energi geothermal akan digunakan untuk pembangkit listrik. Amerika Serikat, Indonesia, Filipina, Turki, dan Selandia Baru adalah beberapa negara yang sudah memanfaatkan geothermal untuk pembangkit listrik. Sementara China, Turki, Jepang dan Islandia memanfaatkan geothermal untuk pemanas.

Pemanfaatan geothermal untuk energi memerlukan inovasi.  Arcandra menegaskan bahwa yang pertama harus dilakukan adalah menghitung seberapa besar cadangan terbukti (proven reserve) dari besaran potensi energi geothermal yang diprakirakan.  Berbagai pemboran eksplorasi, survey geologi maupun survey geofisika diperlukan guna menghitung seberapa besar uap air yang dihasilkan agar dapat memutar turbin dan menghasilkan listrik. 

Sebuah reservoir panas bumi dapat dikembangkan apabila memiliki panas di atas 120 derajat Celcius, lokasi reservoir yang dangkal serta tingkat permeabilitas yang besar, yaitu tingkat kelolosan uap air yang mampu melewati celah-celah batuan di reservoir, dengan ukuran permeabilitas diatas 10 darcy-meter. Semakin tinggi angka permeabilitas maka semakin mudah uap air untuk mengalir.  

Lokasi reservoir diupayakan sedangkal mungkin karena menyangkut biaya pemboran yang semakin mahal bila semakin dalam.  Temperatur akan naik sekitar 30 derajat Celcius per-kilometer.  Berarti, untuk mendapatkan temperatur diatas 120 derajat Celcius, diperlukan pengeboran sedalam 4 kilometer, atau 4000 meter. 

Mempertimbangkan syarat reservoir geothermal yang harus memiliki temperatur di atas 120 derajat Celcius, tingkat permeabilitas batuan diatas 10 darcy-meter dan lokasi reservoir yang dangkal, maka ternyata hanya 0,6% reservoir panas bumi di Dunia yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi melalui penerapan teknologi konvensional geothermal yang ada saat ini.  Oleh sebab itu, hitung-hitungan dari potensi sumber daya panas bumi untuk menjadi cadangan terbukti (proven reserve) menjadi sangat penting agar dapat ditentukan tingkat keekonomiannya.

Menurut Arcandra para ahli geothermal Dunia saat ini tengah memutar otak guna mengembangkan energi panas bumi tanpa tergantung keberadaan gunung api lagi.  Yang penting dicari adalah keberadaan “Hot Rocks” di kerak Bumi. 

Para ahli mengkaji data dari  45.000 sumur pemboran migas di seluruh Dunia guna menentukan lokasi lokasi berpotensi hot rocks untuk pembangkit listrik.  Dicobakan penerapan Advanced Geothermal System (AGS) dengan melakukan pemboran batuan di lapisan kerak bumi tadi guna mendapat batuan panas bertempartur tinggi di kedalaman, lalu dialirkan fluida ke arah batuan panas tadi sehingga memproduksi uap guna memutar turbin dan membangkitkan tenaga listrik. 

Ada juga Enhanced Geothermal Systems (EGS) dengan cara melakukan pemboran ke kerak bumi, hingga diperoleh batuan panas di kedalaman, kemudian dimasukkan air ke lubang sumur pemboran tadi agar menghasilkan uap air, lalu melalui saluran pipa lainnya maka uap air tadi dialirkan ke permukaan Bumi guna dipakai untuk memutar turbin pembangkit listrik tenaga panas bumi.  Dengan demikian, potensi panas bumi tidak lagi harus bergantung pada panas dan uap air dari sumber gunung api, melainkan bisa dari sumber batuan panas di lokasi lapisan batuan dimana saja di Bumi. 

Istilah “Geothermal Anywhere” pun muncul.  Selama kerak Bumi panas, maka pembangkit listrik tenaga panas bumi dapat dihasilkan di lokasi mana saja dimuka Bumi.  Perkembangan teknologi mutakhir pemanfaatkan panas bumi tadi diharapkan segera muncul hasilnya dan mulai operasional diterapkan pada sekitar tahun 2025 mendatang.

Baca Juga: PGE dan Pengembang Panas Bumi di Turki Teken NDA

Indonesia memang belum memulai konsep “Geothermal Anywhere” mengingat potensi panas bumi konvensional yang dimiliki Kepulauan Nusantara ini masih sangat berlimpah.  Beberapa pembangkit listrik tenaga panas bumi yang telah beroperasi di tanah air, antara lain PLTP Kamojang, Jawa Barat dengan daya 235 Megawatt (MW), PLTP Wayang Windu, Jabar, dengan daya  227 MW, PLTP Darajat, Jabar dengan daya 270 MW, PLTP Gunung Salak, Jabar dengan daya 377 MW, PLTP Cibuni, Jabar dengan daya 85 MW,  PLTP Ulubelu, Lampung dengan daya 110 MW, PLTP Sarulla, Sumatera Utara dengan daya  330 MW dan PLTP Lahendong, Sulawesi Utara dengan daya 80 MW.

Mengingat riset tentang PLTP telah dilaksanakan BPPT sejak dekade 1980-an lalu, Dr. Unggul menyarankan kiranya PLTP BPPT di Kamojang dengan daya 3 MW dan PLTP BPPT Siklus Biner di Lahendong, dengan daya 0,5 MW dapat terus dipakai untuk uji coba penerapan beragam teknologi mutakhir energi geothermal, serta dipakai untuk memproduksi energi Hidrogen, selain juga bisa dipakai untuk kegiatan pengeringan produk produk pertanian guna memberikan nilai tambah produk pertanian di wilayah-wilayah tadi. ***

Editor: sugiharto basith budiman

Tags

Terkini

Terpopuler