Konflik Rusia-Ukraina Bisa Bikin Harga Mie Instan Makin Keriting, Ini Alasannya

- 4 Maret 2022, 21:27 WIB
Ilustrasi Mie Instan dengan Beberapa Topping/ Unsplash/ Ikhsan Bagihaqi
Ilustrasi Mie Instan dengan Beberapa Topping/ Unsplash/ Ikhsan Bagihaqi /

SEPUTAR CIBUBUR - Konflik yang terjadi antara Rusia-Ukraina bisa membuat harga mie instan dan produk lain yang berbahan gandum mengalami kenaikan.

Pasalnya, Ukraina adalah salah satu negara utama eksportir gandum ke Indonesia.

Deputi Komisioner Stabilitas Sistem Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Agus Edi Siregar mengatakan gandum dan turunannya menyumbang 8,5 persen dari total makanan Indonesia.

Baca Juga: Sita Aset Rumah dan Rekening Crazy Rich Medan Indra Kenz, Polri Kirim Surat ke BPN dan PPATK

"Harga komoditas yang terus naik setelah konflik ini akan mengurangi potensi produksi pangan global sehingga harga pangan mungkin naik lebih lanjut," kata Agus dalam webinar Lab 45 "Konflik Rusia-Ukraina dan Risiko Ekonomi Politik bagi Indonesia" yang dipantau di Jakarta, Jumat 4 Maret 2022.

Selain komoditas pangan, harga energi juga berpotensi naik sehingga pemerintah sedang memperdalam potensi dampak serta kebijakan dalam negeri yang akan diambil.

Ia mengatakan pemerintah akan berupaya tidak menaikkan administered price atau harga-harga yang diatur pemerintah, meskipun pada 2023 defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diharapkan kembali kurang dari 3 persen Produk Domestik Bruto (PDB).

Baca Juga: Pukul-Injak Sopir Truk di Cibubur, Pelaku Sempat Mengaku sebagai Aparat

"Kalau inflasi sudah terjadi karena harga pangan naik diharapkan pemerintah tidak menaikkan harga administered price, tapi ini menjadi dilema," ucapnya.

Apabila Rusia dan Ukraina bisa lebih cepat menemukan kesepakatan, kemungkinan dampak konflik kedua negara terhadap harga bahan pangan dan energi tidak akan berkepanjangan.

Menurut Agus, konflik kedua negara akan meningkatkan volatilitas di pasar keuangan, yang akan direspons oleh bank sentral global dengan tidak terlalu agresif meningkatkan suku bunga acuan.

Baca Juga: Tak Kunjung WD, Kegalauan Landa Member Robot Trading ATG, Senasib dengan DNA Pro dan Net89

"Kalau volatilitas pasar keuangan meningkat, risiko stagflasi akan mendorong bank sentral menjadi lebih akomodatif dan tidak terlalu agresif menaikkan suku bunga. Ini mengurangi shock yang akan terjadi," ucapnya.

Sementara sektor perdagangan Indonesia tidak akan terlalu dipengaruhi konflik kedua negara, tetapi Indonesia berpotensi mendapatkan surplus neraca dagang dari peningkatan harga komoditas, yang mana berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Editor: sugiharto basith budiman

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah