SEPUTAR CIBUBUR - Fenomena start up terancam gulung tikar dinilai karena kurangnya inovasi dan rasa memiliki untuk mengembangkan SDM usaha tersebut. Fenomena meningkatkan valuasi sejumlah start up di tanah air, untuk kemudian dijual kepada investor tidak hanya merugikan start up tersebut, namun berimbas kepada larinya kepemilikan merek start up kepada investor lain yang kebayakan milik asing.
Demikian dikemukakan Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Dr Anggawira MM MH dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (23/2/2023).
Baca Juga: Ini Tekad Pengurus Baru Hipmi 2022-2025
“Harusnya ada kesadaran si pemilik start up untuk berusaha naik kelas terus berinovasi dengan terobosan-terobosan yang kreatif. Jangan mengambil langkah instan dengan hanya sekadar meningkatkan valuasi perusahaan habis itu dijual kepada investor lain yang kebanyakan dari luar negeri,” ujar Anggawira.
“Maka dari itu, kami di Hipmi tidak berhenti untuk memberikan penyadaran bahwa pentingnya berwirausaha dan menciptakan enterpreneur baru untuk terus naik kelas. Jangan hanya ketika valuasi naik, dijual lalu ditinggalkan. Pola pikir ini yang akan kita ubah. Karena makin banyak enterpreneur baru bisa memberikan multiplier effect yang besar,” ungkap Anggawira.
Baca Juga: Ini Pesan Prabowo untuk Pengurus Baru Hipmi
Ia menambahkan bahwa menciptakan enterpreneur baru juga bukan pekerjaan yang mudah akan tetapi memerlukan dukungan banyak pihak. Misalnya dengan membuka keran fasilitas pembiayaan ke perbankan dan pinjaman lain pada industri keuangan agar bisa memudahkan untuk berkembang para enterpreneur baru.
Baca Juga: Dilantik Presiden, BPP Hipmi 2022-2025 Punya Harapan dan Inovasi Perekonomian