IHSG Konsolidasi, IPOT Rekomendasikan 5 Saham Ini

- 4 Oktober 2023, 15:35 WIB
Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta. Foto: Lucius GK
Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta. Foto: Lucius GK /

SEPUTAR CIBUBUR - Pergerakan saham masih belum kuat, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pekan lalu (25-29 September 2023) ditutup negatif Jumat di level 6.939 atau terkoreksi -0,8%.

Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Dimas Krisna Ramadhani menjelaskan ada sejumlah sektor yang menjadi penopang dan pengganggu laju IHSG.

Ia menyebutkan IHSG pekan lalu ditopang sektor consumer non-cyclical karena emiten CPIN yang naik 9% dan JPFA 8% dan sektor technology karena DMMX yang naik 10% dalam sepekan dan 69% dalam sebulan terakhir. Hal ini bertentangan dengan sentimen negatif yang ada karena afiliasinya sedang ramai diberitakan terkait Kresna Life.

Sementara itu, sektor yang menahan laju IHSG datang dari sektor basic materials, seperti BRPT yang justru turun pada saat bursa karbon diresmikan dan sektor Healthcare yang belum memperlihatkan adanya sentimen terbaru setelah RUU Kesehatan lalu. Hingga saat ini belum ada tanda-tanda uptrend untuk sektor kesehatan.

Baca Juga: IHSG Hari ini Potensi Menguat, Bursa AS dan Eropa Naik Asia Pasifik Mixed, Minyak dan Emas Turun

Lebih jauh, Dimas menyebutkan tiga sentimen yang mempengaruhi pergerakan IHSG pada pekan lalu yakni sentimen bursa karbon, yield obligasi berjangka 10 tahun US yang naik dan Core PCE MoM.

Ia menjelaskan IDX resmi menjadi badan penyelenggara bursa karbon pada 26 September dan pada saat Selasa kemarin semua saham yang terkait sentimen positif bursa karbon ini justru menurun seperti BRPT, PGEO, KEEN, dan ARKO.

Aplikasi IPOT. Foto: Indo Premier
Aplikasi IPOT. Foto: Indo Premier
"Tampaknya news ini dijadikan ajang jualan bagi para market movers saham tersebut  atau sell on news, meskipun secara overall trend saham tersebut masih uptrend dalam 1 bulan terakhir," tegasnya merujuk pada sentimen bursa karbon di Jakarta pada Selasa, 3 Oktober 2023.

Sementara itu terkait sentimen yield obligasi berjangka 10 tahun US yang naik, terangnya, ini merupakan level tertinggi dalam 15 tahun terakhir yang berada di level 4,54%, dimana pada tahun 2007, yield obligasi (US treasury) berada di level 4,57%.

Ia menjelaskan hal ini dipicu oleh prospek suku bunga yang masih akan tinggi dalam jangka panjang, sehingga membuat aliran dana asing keluar (capital outflow) di pasar uang maupun pasar saham Indonesia.

Halaman:

Editor: Ruth Tobing

Sumber: Siaran Pers


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah