Kontra Narasi Penolakan Vaksinasi Cegah Pemahaman Keliru

- 10 Desember 2021, 16:17 WIB
webinar tentang vaksin dan protokol kesehatan
webinar tentang vaksin dan protokol kesehatan /Kamsari/Dok. Ditjen IKP Kemkominfo

 

 

SEPUTAR CIBUBUR - Para ulama sudah mengingatkan, jika kita tidak memahami akan sesuatu, maka kita tidak bisa memberikan pemahaman suatu masalah. Analoginya, jika kita tidak memiliki pemahaman akan kesehatan, vaksinasi, dan pandemi, maka akan mustahil dapat menyampaikannya ke masyarakat. 

Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) K.H. Soleh Sakni, Lc, MA dalam Webinar bertajuk “Kontra Narasi Penolakan Vaksinasi dan Disiplin Protokol Kesehatan” dengan sub tema “Problematika Krisis Pandemi di Provinsi Sumatera Selatan dan Sekitarnya”.

Webinar tersebut diselenggarakan Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan MUI Pusat melalui aplikasi Zoom Meeting dan live streaming melalui kanal YouTube Ditjen IKP Kominfo, Official TVMUI, dan Facebook MUI.

Oleh karena itu, lanjut Soleh Sakni, dalam kaitannya sebagai seorang da’i, kita diingatkan oleh Allah untuk melakukan pendekatan, mengajak manusia, dan mencerahkan manusia harus melalui tiga hal. 

"Yaitu, khidmat, menghadirkan nasihat-nasihat yang menyejukan, dan strategi untuk mendebat dengan cara yang baik. Strateginya yaitu menggunakan ilmu dan menyerahkan kepada Allah SWT,' katanya dalam keterangan pers, Jumat (10 Desember 2021).

Hadir memberikan paparan, antara lain Wakil Sekretaris Jenderal Komunikasi dan Informasi MUI, H. Asrori S. Karni, S.Ag., M.H., Ketua Lembaga Kesehatan MUI, dr. Muhammad Adib Khumaidi, SP. OT, Wakil Ketua Lembaga Kesehatan MUI, Dr. Muhammad Makki Zamzami, serta Anggota Komisi Informasi dan Komunikasi, Mahladi, S.PI.

Pada sesi selanjutnya,  Wakil Sekretaris Jenderal Komunikasi dan Informasi MUI, H. Asrori S. Karni, S.Ag., M.H. menyatakan bahwa media sosial adalah produk dari individu, maka tidak ada kontrol bagi konten-konten tidak sehat, seperti hoaks atau ujaran kebencian. 

Oleh karena itu, MUI aktif mengeluarkan fatwa berupa pedoman bermuamalah di media sosial. Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam mengkonsumsi arus informasi di masa pandemi, serta membantu terhindar dari informasi yang tidak bertanggung jawab.

“Walaupun data terkini memperlihatkan situasi yang semakin menggembirakan (penurunan kasus Covid-19), kita perlu tetap waspada, disiplin terhadap protokol kesehatan, dan terus mendorong angka yang hendak dicapai. Sehingga, kita bisa semakin tangguh dalam menghadapi pandemi ini,” ujar Asrori.

Selanjutnya, Ketua Lembaga Kesehatan MUI, dr. Muhammad Adib Khumaidi, SP. OT mengatakan bahwa ada tiga pilar yang paling penting dalam menghadapi Covid-19, yaitu lingkungan, host, dan agent. Virus atau agent tidak bisa diintervensi. Upaya yang bisa dilakukan adalah merubah diri kita (host) dengan personal awareness, sehingga kewaspadaan harus ditingkatkan.

Selain itu, lingkungan juga menjadi hal yang penting. Upaya-upaya seperti menjaga jarak ataupun menggunakan aplikasi Peduli Lindungi di tempat publik merupakan contoh mengintervensi lingkungan

“Hidup bersih plus dan Thaharah, mengontrol faktor risiko, menyikapi wabah pandemi dengan benar, dan hidup dengan konsep Ittaqullah (waspada dan berhati-hati),” tegasnya. Ia juga mengingatkan bahwa masih ada potensi gelombang ketiga Covid-19, sehingga kita tetap harus waspada.

Sesi selanjutnya, Wakil Ketua Lembaga Kesehatan MUI Muhammad Makki Zamzani menjelaskan, dalam menghadapi pandemi Covid-19 perlu mengedepankan prinsip-prinsip syariat, yaitu pertama, agama Islam bertujuan memelihara agama, jiwa, akal, kesehatan, dan harta benda umat manusia. Kedua, badan dan jiwa manusia merupakan milik Allah.

Ketiga, penghormatan hak asasi yang dianugerahkan mencakup seluruh manusia, tanpa membedakan ras atau agama. Keempat, terlarang untuk merendahkan derajat manusia, baik yang masih hidup, maupun yang sudah meninggal dunia. Terakhir, mendahulukan kepentingan orang yang masih hidup daripada yang telah tiada.

“Peran fasilitas kesehatan dalam lingkup syariat juga harus dikedepankan. Hal ini karena fasilitas kesehatan yang menjadi ujung tombak dalam merawat harus mempunyai prinsip ini. Jika diterapkan, akan memberikan keberkahan,” tambahnya.

Mahladi memaparkan kontra narasi penolakan vaksinasi dan disiplin kesehatan. Kontra narasi harus segera dilakukan untuk mencegah munculnya pemahaman keliru dengan cara membuat narasi tandingan. Karena pada dasarnya, kebohongan yang diulang terus-menerus, tidak hanya sekadar dianggap benar, tetapi akan menjadi kebenaran. Bila hal ini terjadi, maka susah untuk diperbaiki.

Selain itu, menurut dia, membuat kontra narasi di era digital tidaklah mudah. Internet telah menghapus sekat-sekat wilayah atau negara, sehingga sulit melakukan kontrol terhadap informasi dari luar negeri. Perlu dimengerti bahwa penyebaran informasi negatif dilatari berbagai hal, seperti kepentingan politik, bisnis, hingga hal-hal personal lainnya. Hal ini didukung oleh karakter masyarakat Indonesia yang mudah percaya dan ikut-ikutan.

“Kebenaran harus tetap disuarakan, walaupun terlambat dan tergilas sekali pun. Pada akhirnya, kebenaran itu akan menang dan kebatilan itu akan lenyap,” tuturnya.

Editor: Kamsari


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x