SEPUTAR CIBUBUR – Mungkin sebagian orang menilai aneh atau janggal ketika 12 Gentiluomini yang saban hari mendampingi aktivitas publik Paus Fransiskus di Vatikan mengangkat peti jenazahnya dan membawa ke dalam Basilika Santo Petrus, dan selanjutnya ke dalam Katakombe untuk disemayamkan, saat itu juga tepuk tangan membahana di Lapangan Santo Petrus Vatikan.
Hal itu diungkapkan Romo Markus Solo Kewuta SVD, pejabat Vatikan asal Indonesia yang menjadi saksi langsung Misa Requiem hingga proses pemakaman yang berlangsung Kamis, 5 Januari 2023.
Baca Juga: Misa Requiem Paus Emiritus Benediktus XVI Dihadiri Puluhan Ribu Umat
“Mendengar dan melihat itu, banyak orang kaget dan bertanya-tanya, mengapa di dalam perasaan kedukaan besar seperti itu, orang bertepuk tangan? Biasanya aksi tepuk tangan diasosiasikan dengan sebuah kesempatan biasa, atau bahkan ramai dan jauh dari suasana duka. Apalagi tepuk tangan dinilai sebagai sebuah aksi kebahagiaan. Oleh karena itu, banyak orang melihatnya sebagai sebuah yang tidak etis, tidak masuk akal, bahkan sebuah skandal,” sebut Padre Marco, sapaan akrab Rm Markus Solo.
Apa itu tepuk tangan sebenarnya? Padre Marco menguraikan lebih lanjut. Kebanyakan bahasa besar dunia dari rumpun Indo-Eropa mengadopsi kata bahasa Latin „applausus“. Bahasa Jerman menggunakan kata Applaus. Bahasa Inggris menggunakan kata „applause“. Bahasa Italia mamakai kata „applauso“. Bahasa Spanyol „aplausos“. Bahasa Portugis „aplausos“. Bahasa Belanda „applaus“. Bahasa Prancis „applaudissement“, dan seterusnya.
“Kata applausus dari bahasa Latin itu berarti setuju, sepakat, pengakuan, persetujuan,” tutur Padre Marco.
Baca Juga: Paus Emiritus Benediktus XVI Memang Dicintai Banyak Orang, Ini Buktinya
Bahasa-bahasa lain yang mengadopsi kata bahasa Latin ini, sambung Padre Marco, juga umumnya setia pada makna asli di atas. Umumnya tepuk tangan adalah sebuah aksi setuju, sepakat, dukungan, pengakuan. Jadi artinya luas dan bervariasi. Bahasa Jerman malah meletakkan „Applaus“ dalam pemahaman yang lebih luas, yakni aklamasi, selamat, penghormatan, eulogi atau pujian.
Baca Juga: 5 Januari, Paus Emiritus Benediktus XVI Dimakamkan di Katakombe Basilika St Petrus
Menurut Padre Marco, hal ini bukan hal baru. Delapanbelas tahun lalu pada waktu Misa Requiem pemakaman Paus Johannes Paulus II juga sudah terjadi hal yang sama. Jumlah umat waktu itu jutaan. Tepuk tangan mereka lebih meriah lagi, apalagi disertai dengan teriakan-teriakan yel „Giovanni Paolo“ atau Johannes Paulus. Rasanya aneh tetapi butuh sedikit upaya berpikir dan menghubungkan makna asli kata applausus yang diadopsi ke dalam berbagai bahasa ini untuk bisa memahaminya.
Secara singkat, lanjut Padre Marco, tepuk tangan adalah sebuah „laudatio“ yang tidak lain dan tidak bukan adalah sebuah ungkapan terima kasih, pujian dan pengakuan yang tidak bisa mereka ungkapkan dengan bahasa lain. “Keterbatasan bahasa mereka menghantar mereka kepada aksi unik ini,” ujarnya.
Baca Juga: Mangga Arumanis dan Kenangan Padre Marco tentang Paus Benediktus XVI
Terakhir Padre Marco mengatakan bahwa lingkaran budaya tertentu mungkin melihatnya aneh dan tidak pada tempatnya, kurang lebih seperti orang Afrika menari-nari di sekeliling mayat, tetapi manusia memiliki banyak kemungkinan untuk mengungkapkan perasaan. Tepuk tangan bukan saja di Parlemen, acara ulang tahun, pesta nikah, pemilihan pemimpin baru, dan lain-lain.
“Dia juga punya tempat dalam acara duka. Jarang, tetapi ada. Asal diketahui konteks dan maknanya,”tutup Padre Marco SVD. (Lucius GK)