Pengamat UI : Indonesia Harus Habis Habisan Perjuangkan BMI Biodiesel di WTO

28 Agustus 2023, 05:35 WIB
disampaikan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Eugenia Mardanugraha /

SEPUTARCIBUBUR-Peneliti LPEM UI, Eugenia Mardanugraha mengingatkan, Pemerintah harus berjuang keras di Word Trade Organization(WTO) untuk melobi Uni Eropa (UE) terkait pengenaan bea masuk imbalan (BMI) biodiesel.

Seperti diketahui, pada 15 Agustus 2023 lalu, Indonesia telah mengajukan permohonan konsultasi sengketa ke WTO  terkait pengenaan bea masuk imbalan (BMI) biodiesel oleh UE.

“Lobi tersebut harus dilakukan secara terukur karena imbas dari kebijakan itu adalah turunnya devisa ekspor Indonesia dan nasib jutaaan petani yang makin terpuruk,” kata Eugenia di Jakarta Sabtu 19 Agustus 2023.

 Baca Juga: Dirikan WOW, Wilmar Jamin Perlindungan Pekerja Wanita di Kebun Sawit

Menurut Eugenia, perjuangan pada perundingan tingkat internasional di  WTO harus terus dilakukan dengan mengerahkan seluruh kemampuan yang ada.

Apalagi, UE telah memberlakukan BMI di kisaran 8-18 persen sejak 2019.Pengenaan BMI itu menimbulkan kerugian serius terhadap industri Indonesia, khususnya setelah perekonomian dunia mulai bergerak pascapandemi Covid-19

“Indonesia sendiri menilai proses penyelidikan dan pengenaan BMI tersebut inkonsisten terhadap aturan WTO,” ujar Eugenia.

Baca Juga: Indonesia Darurat Judi Online, Menkominfo Tegaskan Tidak Bisa Sekadar Hanya Blokir Situs Judi

Disisi lain, Eugenia juga mengingatkan pentingnya meningkatkan produksi sawit di dalam negeri, sehingga harga biodiesel bisa kompetitif setara harga solar.

“Ini penting agar kedepan, biodiesel tidak perlu lagi terus menerus disubsidi lagi dari dana yang dikelola oleh BPDPKS,” kata Eugenia.

Eugina juga menyarankan pentingnya melakukan diversifikasi penggunaan sawit sebagai bahan bakar di dalam negeri.

 Baca Juga: Lima Nama Cawapres Anies Baswedan Rekomendasi Dari Nahdlatul Ulama (NU)

“Penciptaaan  biobensin mungkin bisa menjadi alternatif, sehingga dengan mudah kita mengendalikan suplai biodiesel ke UE,” kata Eugenia.

Jika ini bisa direalisasikan,  kedepan, Indonesia tidak khawatir dengan pembatasan biodiesel ke Eropa karena pasokannya terserap penuh di dalam negeri.

Hal lainnya yang diperlukan adalah membangun bursa sawit Indonesia yang mapan.

“Selama ini, bursa sawit hanya sebatas retorika saja dan belum terealisasi. Selama Eropa menguasai pasar  derivatif sawit melalui bursa Roterdam, maka keberhasilan Indonesia untuk mengendalikan perdagangan sawit tidak sepenuhnya berhasil,”kata Eugenia.

 Baca Juga: Renungan Malam Kristiani: 3 Ciri Gereja Duniawi

Pernyataan senada juga dikemukakan Tungkot Sipayung.

Tungkot menilai, UE salah menafsirkan bahwa tanpa dana Badan Pengelola Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) harga referensi biodiesel akan lebih rendah.

“Hal ini karena UE tidak memperhitungkan pungutan ekspor yang dibayarkan produsen biodiesel,” kata Tungkot.

Menurut Tungkot, subsidi biodiesel sebenarnya bukan diberikan kepada produsen, tetapi kepada konsumen. Pasalnya, harga biodiesel tergantung harga CPO dan BBM dunia.

Pemerintah setiap bulan telah menetapkan Harga Indeks Pembelian (HIP) solar dan HIP biodiesel. Jika HIP solar lebih murah dari HIP biodiesel, maka BPDPKS menutup selisihnya (HIP biodiesel dikurangi HIP solar).

Sebaliknya, bila HIP Solar lebih mahal dari HIP biodiesel tidak ada subsidi dari BPDKS.

Seperti diketahui, Indonesia telah mengajukan permohonan konsultasi sengketa ke WTO  terkait pengenaan BMI biodiesel oleh UE.

Menurut Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Djatmiko Bris Witjaksono, permintaan konsultasi itu telah diterima WTO Pada 15 Agustus 2023.

WTO sebagai organisasi yang mengatur perdagangan internasional, kata  Djatmiko telah mengedarkan dokumen kasus sengketa DS618 itu ke negara-negara anggota melalui surat bernomor WT/DS618/1, G/L/1486 G/SCM/D136/1.*

Editor: Ruth Tobing

Tags

Terkini

Terpopuler