SEPUTAR CIBUBUR – Lebaran indentik dengan ajang silaturrahmi keluarga dan kerabat dekat. Biasanya anak, cucu, hingga cicit berkumpul ke rumah orang tua atau orang dituakan.
Jika itu sebuah keluarga besar, maka di situ bisa saja akan bertemu dengan kerabat atau sepupu dengan sudah lama tak berjumpa.
Dalam pertemuan yang sudah lama tidak terjadi akan mengalirkan pembicaraan-pembicaraan “klasik” yang biasa dilontarkan. Yang bagi jombowan dan jombowati merupakan perbincangan yang “menyiksa” dan membosankan.
Biasalah, obrolannya itu tidak jauh-jauh dari soal pacar, perihal perjodohan anak dengan kerabat keluarga kerap disinggung.
Baca Juga: Ustaz Das’ad Latif: Anak Milenial Baru 'Hijrah' Jangan Gampang Menyalahkan Orang
Sebagian jombowan dan jomlowati akan menghindari perbincangan seperti itu, bahkan kalau tak terkontrol bisa saja berujung emosi dan marah-marah, sehingga merusak suasana di hari yang bahagia.
Menurut Gracia Ivonika, M.Psi., Psikolog, seperti dikutip dari Klikdokter.com, tidak ada yang salah dari sebuah perjodohan jika dilakukan tanpa paksaan.
Yang dimaksud paksaan tersebut adalah ketika orangtua menganggap perjodohan adalah sebuah keputusan yang mutlak, tanpa mempertimbangkan posisi anak.
“Dijodohkan merupakan preferensi masing-masing. Setiap orang punya pandangan dan keyakinan yang berbeda-beda terhadap dijodohkan. Tapi tidak ada yang salah dengan dijodohkan,” ucap Gracia.