Ini Penyebab Ekspor Sawit Turun

28 Mei 2024, 16:01 WIB
Harga Crude Palm Oil (CPO) di Pasar Berjangka Malaysia Naik Data Trading Economics Contract for Difference (CFD) /

SEPUTAR CIBUBUR-Ombudsman Republik Indonesia menduga salah satu penyebab ekspor kelapa sawit Indonesia turun yakni karena adanya pergeseran supplier atau pemasok yang sebelumnya India mendapat sawit dari Indonesia, beralih ke Vietnam.

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika di Jakarta, mengatakan pergeseran itu terjadi sejak Mei 2022 yang pada saat itu India tak mendapatkan sawit hasil kerja sama.

 "Bayangkan buyer kita di India tiba-tiba tidak dikirim barang padahal sudah kontrak, mereka pasti nyari-nyari barang, pasti mencari supplier baru. Nah dampaknya sampai sekarang, salah satu supplier yang sudah siap itu adalah Vietnam," ujarnya, Senin 27 Mei 2024.

 Baca Juga: Partai NasDem Terima Aliran Dana Rp850 Juta Dari Kementan

Dirinya mengatakan secara tata kelola Vietnam mirip dengan Indonesia, namun negara tersebut mengeluarkan suatu kebijakan yang menyatakan lahan sawit tak lagi di kawasan hutan.

"Sehingga akhirnya traceability-nya menjadi baik, RSPO-nya dapat, ISPO-nya juga dapat terpenuhi. Jadi akhirnya mereka masuk ke India, masuk ke Eropa bisa lebih bagus lagi," kata dia.

 Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono mengatakan, volume ekspor cenderung menurun karena pertumbuhan ekonomi negara pengimpor yang kurang baik, dan suplai minyak nabati lain yang meningkat.

Baca Juga: MAKI Duga Kepolisian Ingin Jebak Jampidsus Kejagung Febrie

Pihaknya mencatat pada tahun 2021 ekspor sawit Indonesia mencapai 33,1 juta ton, dan di 2022 turun menjadi 31,9 juta ton.

 "Produksi 2022 terganggu larangan ekspor," ujarnya.

Ombudsman Republik Indonesia menyatakan telah berhasil menyelamatkan sebanyak Rp322,59 miliar dari potensi kerugian sektor perekonomian I yang mencapai Rp524,71 miliar pada periode 2021-2024 yang didapat dari tindak lanjut laporan masyarakat terkait maladministrasi.

Ruang lingkup dari sektor perekonomian I meliputi perdagangan, perindustrian, logistik, pertanian, pangan, perbankan, asuransi, penjaminan, pengadaan barang-jasa, perpajakan, kepabeanan, serta percukaian.

Kerugian yang dialami negara tersebut didominasi oleh sektor keuangan, seperti kripto, komoditi, serta asuransi.

Selain itu permasalahan soal larangan dan pembatasan (lartas) impor juga termasuk dalam bagian tersebut.***

Editor: Ruth Tobing

Tags

Terkini

Terpopuler