Mantan ketua MK itu juga mengomentari perihal vonis MK yang sering disalahpahami dalam merespons penempatan anggota aktif TNI dan Polri sebagai penjabat kepala daerah.
Vonis MK itu, menurut Mahfud, menyebutkan dua hal. Anggota TNI dan Polri tidak boleh bekerja di institusi sipil, kecuali pada 10 institusi kementerian yang selama ini sudah ada.
"Lalu, kata MK, sepanjang anggota TNI dan Polri itu sudah diberi jabatan tinggi madya atau pratama boleh, ya boleh menjadi penjabat kepala daerah. Itu sudah Putusan MK Nomor 15, yang banyak dipersoalan orang tuh, (Peraturan MK) Nomor 15 (Tahun) 2022 itu.Coba dibaca keputusannya dengan jernih," katanya.
Baca Juga: Hotman Paris: Kepatuhan Pajak Korban Investasi Bodong Juga Perlu Ditelisik
Dia mengatakan Pemerintah telah empat kali menunjuk anggota aktif TNI dan Polri sebagai penjabat kepala daerah.
"Pada 2017, kami menggunakan ini, (kemudian) 2018, yang terbanyak itu 2020. Itu banyak sekali dan itu sudah berjalan seperti itu ketika ada pilkada-pilkada daerah Covid-19; yang semula itu dikhawatirkan di era di tempat-tempat yang ada pilkada Covid-19 akan meledak, tapi ternyata tidak juga. Ini sudah jalan dan aturan-aturannya sudah ada," ujarnya.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil, yang terdiri atas Perludem, KoDe Inisiatif, Pusako Andalas, dan Puskapol UI, mengkritik penunjukan Kepala BIN Sulteng Brigjen TNI Andi Chandra As'aduddin sebagai Penjabat Bupati Seram Bagian Barat, Maluku.
Baca Juga: Investasi Tesla ke Indonesia belum Jelas, Ini Permintaan Luhut pada Masyarakat Indonesia
Koalisi Masyarakat menilai ada beberapa hal yang menjadi persoalan dalam penunjukan tersebut, salah satunya status TNI aktif. ***