Kardinal Ayuso dari Vatikan Gandrung Konsep Wasatiyyah

- 14 Februari 2023, 00:11 WIB
Kardinal Miguel Angel Ayuo Guixot memberikan Orasi Ilmiah pada Acara Penganugerahan Gelar Doktor Kehormatan atau Doctor Honoris Causa (DR HC) UIN Sunan Kalijaga kepada dirinya juga KH Yahya Cholil Staquf, dan Sudibyo Markus di UIN Sunan Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Senin (13/2/2023). Foto: dok. PWKI
Kardinal Miguel Angel Ayuo Guixot memberikan Orasi Ilmiah pada Acara Penganugerahan Gelar Doktor Kehormatan atau Doctor Honoris Causa (DR HC) UIN Sunan Kalijaga kepada dirinya juga KH Yahya Cholil Staquf, dan Sudibyo Markus di UIN Sunan Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Senin (13/2/2023). Foto: dok. PWKI /

SEPUTAR CIBUBUR - “Gandrung”adalah istilah bahasa Jawa untuk menggambarkan rasa “kasmaran”, lebih dari sekadar jatuh cinta. Rasa “gandrung” inilai yang diungkapkan Kardinal Miguel Angel Ayuso MCCJ terhadap konsep Islam “wasatiyyah”.

“Wasatiyyah” yang biasanya diterjemahkan sebagai “jalan tengah” atau “moderasi” menjadi elemen penting dalam wacana Islam di seluruh dunia pada beberapa tahun terakhir ini saat menghadapi kebangkitan fundamentalisme dan ekstremisme agama.

“Konsep ini dimobilisasi oleh banyak Muslim yang mempertahankan karakter moderat dari cara tertentu dalam menafsirkan Islam ketika membahas isu-isu sosial kontemporer yang penting, berusaha untuk mengedepankan kebaikan publik dan keadilan sosial,” tutur Kardinal Miguel Ayuso, dalam Orasi Ilmiah saat menerima Penganugerahan Gelar Doktor Kehormatan atau Doctor Honoris Causa (DR HC) dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Senin (13/2/2023).

Baca Juga: Dukung Perdamaian dan Moderasi Beragama, Kardinal Ayuso Terima Gelar DR HC dari UIN Sunan Kalijaga

Prefek Dikasteri untuk Dialog Lintas Agama Tahta Suci Vatikan ini menerima gelar DR HC bersama KH Yahya Cholil Staquf, dan Sudibyo Markus. Hadir di antara sekitar 1.500 orang undangan,  antara lain Uskup Emiritus Julius Kardinal Darmaatmadja SJ, Uskup Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo Pr, serta para Uskup yang tergabung dalam Konferensi Waligereja Indonesia (KWI).

Kardinal Miguel Angel Ayuo Guixot memberikan Orasi Ilmiah pada Acara Penganugerahan Gelar Doktor Kehormatan atau Doctor Honoris Causa (DR HC) UIN Sunan Kalijaga kepada dirinya juga KH Yahya Cholil Staquf, dan Sudibyo Markus di UIN Sunan Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Senin (13/2/2023). Foto: dok. PWKI
Kardinal Miguel Angel Ayuo Guixot memberikan Orasi Ilmiah pada Acara Penganugerahan Gelar Doktor Kehormatan atau Doctor Honoris Causa (DR HC) UIN Sunan Kalijaga kepada dirinya juga KH Yahya Cholil Staquf, dan Sudibyo Markus di UIN Sunan Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Senin (13/2/2023). Foto: dok. PWKI
Bicara dalam bahasa Inggris yang kemudian dialihbahaskan oleh Staf khusus Dikasteri untuk Dialog Lintas Agama, Pater Markus Solo Kewuta SVD untuk wartawan, Kardinal Ayuso mengatakan, dengan konsep “wasatiyyah” para pemeluk agama diajak untuk menerima dan meneguhkan perbedaan agama sebagaimana adanya, sekaligus membuka diri untuk menghadapi umat beragama lain.

“Dengan rasa hormat dan pengertian, menjaga hak-hak dan martabat kemanusiaan mereka yang tidak dapat diganggu gugat. Saya selalu bangga dengan Falsafah Bangsa. dan Dasar Negara Anda Pancasila, yang selama ini menjadi pedoman tegas Anda. dan yang membuat negara besar ini bersatu, yang dikaruniai begitu banyak keragaman budaya, suku, dan agama. Saya mengagumi beliau yang Anda cintai, Sunan Kalijaga, yang namanya digunakan untuk menamai Universitas ini. Dia adalah seorang pemimpin dan pengkhotbah Muslim yang nasionalis dan moderat, menyebarkan Islam dengan sukses sambil merangkul budaya dan seni Indonesia,” papar Kardinal Ayuso.

Baca Juga: Jenazah Paus Benediktus XVI Dapat Tepuk Tangan, Ini Penjelasan Padre Marco

Dikatakan Kardinal Ayuso, masyarakat sipil yang multi-agama menuntut lebih dari sekadar toleransi terhadap perbedaan agama. Sebagai saudara dan saudari dari sejarah yang sama dan bangsa yang sama, orang tidak cukup hanya saling bertoleransi tetapi harus saling mengasihi, karena kita semua pada saat yang sama adalah warga negara yang sama tetapi penganut tradisi agama yang berbeda.

“Untuk membentuk negara multi-agama yang berfungsi dan bertahan lama, kita tidak hanya harus menerima perbedaan agama kita, kita harus menegaskan mengakuisto affirmi mereka. Kita tidak hanya sebatas menerima kenyataan bahwa tetangga sebelah kita memiliki tradisi agama yang berbeda; tetapi kita harus senang mereka menjalankan imannya,” ucap Kardinal Ayuso.

Halaman:

Editor: Ruth Tobing


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x