“Masing-masing adalah 100% warga negara dan 100% beriman, sebagaimana diungkapkan oleh Uskup Agung Katolik pertama dan terkenal, Yang Mulia Albert Sugiyapranata, dari daerah ini, yang berbicara beberapa tahun setelah kemerdekaan tentang identitas umat Katolik di negara ini, mengundang mereka untuk melibatkan diri sepenuhnya untuk membangun negara setelah lama dijajah,” katanya.
Baca Juga: Jenazah Paus Benediktus XVI Dapat Tepuk Tangan, Ini Penjelasan Padre Marco
Lebih jauh dikemukakan Kardinal Ayuso, jika seseorang menjadi sesama warga negara dengan mereka yang tidak seagama, maka dia harus dengan jujur mengakui bahwa agama mereka sama pentingnya bagi mereka seperti agama orang tersebut bagi dirinya.
“Oleh karena itu, kita harus bertindak sedemikian rupa sehingga Tuhan yang menciptakan kita bukanlah penyebab perpecahan, tetapi dasar persatuan kita,” tuturnya.
Dapat dikatakan, tandas Kardinal Ayuso, tanpa retorika apa pun, penandatanganan dokumen Human Fraternity tersebut merupakan tonggak sejarah dalam jalur dialog antaragama. Tonggak adalah titik di sepanjang jalan, bukan awal maupun akhir.
Baca Juga: Moderasi Beragama Jadikan Manusia Penuh Kasih dan Toleran
“Kita harus bekerja sama dalam berbagai cara untuk memajukan persaudaraan manusia dan hidup secara konkret dalam kehidupan kita sehari-hari. Saya sangat berterima kasih atas apresiasi Anda (UIN Sunan Kalijaga) terhadap Dokumen ini, yang sudah memotivasi Anda untuk mengadakan acara yang berarti ini. Peristiwa bersejarah hari ini merupakan kontribusi yang berani untuk memajukan dan memperkuat persaudaraan manusia, guna membangun dunia yang damai dalam kocksistensi bersama,” katanya.
Kolaborasi antaragama, menurut Kardinal Ayuso, dapat dan harus mendukung hak setiap manusia, di setiap belahan dunia dan setiap saat.