GAWAT! Kuota FLPP akan Habis Agutus 2024, Ini Usulan Tiga DPD REI pada Pemerintah

14 Juni 2024, 16:47 WIB
Acara Temu Anggota Tiga DPD REI, di ICE BSD, Tangerang Selatan, Rabu, 12/6/Seputar Cibubur/Erlan Kallo /

SEPUTAR CIBUBUR - Kalangan pengembang yang tergabung dalam asosiasi Realestat Indonesia (REI) yang berasal dari tiga DPD, yakni REI DKI Jakarta, REI Jawa Barat dan REI Banten mendesak pemerintah segera merealisasikan penambahan kuota untuk pembiayaan rumah
bersubsidi.

Palasnya, jika merujuk kepada data yang diambil dari website BP Tapera:
disebutkan Realisasi penyaluran dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) rumah tapak tahun 2023 sebesar 228.914 unit rumah. Dengan realisasi penyaluran dana FLPP rumah tapak bulan Januari sampai dengan akhir Mei 2023 sejumlah 82.340 unit rumah.

Sementara realisasi penyaluran dana FLPP rumah tapak bulan Januari sampai akhir Mei 2024, hanya 78.705 unit rumah. Sehingga jika diambil berdasarkan perbandingan yg sama, maka kuota tahun 2024 idealnya adalah = (78.705/82.340) x 228.914 unit = 218.808 unit, bukan 166.000 unit (kuota FLPP 2024).

Baca Juga: Peran Strategis BP3 Memacu Pemenuhan Hunian Layak Bagi MBR di Kawasan Perkotaan dan Perdesaan

Berdasarkan data di atas, Arvin F. Iskandar, Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) REI DKI Jakarta memprediksi kuota FLPP 2024 sejumlah 166.000 unit akan habis pada bulan Agustus mendatang.

Menurut Arvin, menipisnya alokasi pembiayaan rumah subsidi yang disalurkan lewat program FLPP tahun ini tidak hanya menimbulkan kekhawatiran bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), tetapi juga bagi pengembang pelaku pembangunan rumah bersubsidi.

“Terkait isu kuota pembiayaan rumah subsidi, kami tiga DPD REI; DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten melakukan koordinasi untuk proaktif. REI mencari terobosan yang kongkrit dengan para pemangku kepentingan terkait solusi yang bisa dieksekusi bersama-sama,” ungkap Arvin pada acara Temu Anggota Tiga DPD REI, di ICE BSD, Tangerang Selatan, Rabu, 12/6.

Soal keterbatasan APBN dalam pembiayaan KPR FLPP, misalnya. Menurut Arvin, selain KPR FLPP, terobosan apa lagi yang bisa dilakukan pemerintah dimasa transisi ini?

Baca Juga: DBS Bank Tower Raih Sertifikasi Tertinggi Bangunan Hijau dari Green Building Council Indonesia

“Apakah bisa dengan (kembali) menerapkan program subsidi selisih bunga atau menggali alternatif pembiayaan dari sumber-sumber yang lain. Pengembang harus realistis karena APBN terbatas. Demikian juga dengan perbankan, BP Tapera atau BPJS TK. Kolaborasi seperti apa yang bisa dilakukan dengan REI ke depan untuk memanfaatkan dana kelolaan masing-masing, agar optimal tersalurkan bagi pembiayaan perumahan,” ungkapnya.

Pada kesempatan yang sama Ketua DPD REI Jawa Barat, Lia Nastiti mengatakan pertemuan tiga DPD REI ini merupakan bagian dari upaya berkomunikasi dan kolaborasi dengan pemerintah sebagai pembuat kebijakan, perbankan sebagai penyalur dana dan pengembang selaku penyedia perumahan, untuk berbagi peran mencari terobosan dan solusi agar permintaan dan pasokan hunian tetap berjalan baik setiap tahun sehingga pada akhirnya akan menurunkan angka backlog kepemilikan rumah.

Lia menyampaikan, pengembang rumah subsidi di Jawa Barat sangat berharap tindakan konkret pemerintah. Pasalnya, kekurangan kuota pembiayaan dana subsidi berpotensi menyebabkan dampak besar, tidak hanya bagi MBR dan pengembang, tetapi juga untuk 175 industri yang
menjadi penunjang pembangunan rumah dan jangan dilupakan juga dampaknya bagi pihak perbankan yang memberikan kredit konstruksi .

Baca Juga: Keluarga Korban Penembakan KKB Kaget Dimintai Uang Puluhan Juta

“Jawa Barat selama ini adalah penyumbang pembangunan rumah subsidi terbesar di Indonesia. Dimana tahun 2023 realisasi nya adalah 61.868 unit, dan di Tahun 2024 ini kami menargetkan sebanyak 65,000 unit rumah subsidi. Kehabisan kuota KPR FLPP bisa menghambat pertumbuhan sektor properti, menghambat pengembangan properti, dan meningkatkan risiko gagal bayar karena pengembang tidak dapat memenuhi kewajiban perbankan,” tambahnya.

Roni H Adali, Ketua DPD REI Banten menambahkan, Banten yang menempati urutan ke dua se-Indonesia untuk realisasi pembangunan rumah subsidi juga berharap ada upaya dari pemerintah guna mendorong stakeholder untuk mengatasi kekurangan kuota.

“Pengembang di Banten menilai permintaan masyarakat terhadap rumah subsidi tetap tinggi. Kami juga sudah berkomunikasi dengan pemimpin daerah di Banten terkait kebutuhan dana perumahan ini. Bersama-sama dengan pemerintah daerah menyuarakan pentingnya tambahan pembiayaan bagi rumah subsidi MBR ke pemerintah pusat,” ujarnya.

Baca Juga: Tegas Presiden Jokowi: Pemerintah Serius Perangi Judi Online

Kebijakan sertifikasi elektronik 

Selain Kolaborasi Mencari Solusi Mengatasi Keterbatasan Kuota FLPP, Kegiatan Temu Anggota Tiga DPD REI juga membahas tentang Kebijakan Sertifikat Elektronik Tanah.

Terbitnya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2023 tentang Penerbitan Dokumen Elektronik dalam Pendaftaran Tanah, artinya akan menggantikan sertifikat analog yang berlaku sebelum ini.

Perubahan bentuk sertifikat menjadi dokumen elektronik menurut Ketua DPD REI Banten Roni merupakan lompatan yang sangat besar. Namun, tantangan terbesarnya adalah sejauh mana jaminan keamanan data elektronik dalam hal pengakuan terhadap bukti kepemilikan atas tanah.
Pasalnya, kasus sertifikat kepemilikan ganda (masih) cukup banyak terjadi.

Baca Juga: Rayakan 40 Tahun, Bank Jasa Jakarta Beri Beasiswa dan Solopreneur Mahasiswa ASTRAtech

“Kami sebagai pelaku usaha ingin Sertifikat Elektonik mampu memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak. Dan pemegang hak juga mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang hak atas tanah yang telah didaftarkan,” tambahnya.

Sertipikat elektronik menurut Arvin Ketua DPD REI DKI Jakarta juga sangat erat kaitannya dengan proses penyaluran kredit di perbankan. Misalnya sebagai komponen dalam analisa kredit, khususnya collateral/agunan.

“Jika Sertifikat Elektronik menjadi jaminan kredit di bank, maka Hak Tanggungan (HT) pun akan menjadi E-HT. Bagaimana proses integrasi antara sistem BPN dengan Perbankan Pemberi Kredit maupun pihak Notaris / PPAT. Pengembang harus mengetahui teknisnya,” ungkap Arvin.

Baca Juga: Begini Upaya eFishery Bantu Kurangi Stunting di Lombok Timur

Demikian pula jika proses kredit pinjaman sudah diselesaikan oleh debitur. Maka tentu akan dilanjutkan dengan proses Roya elektronik oleh BPN sesuai informasi dari bank terkait.

“Beberapa kasus terjadi error sehingga Roya elektronik masih harus menunggu kembali. Hal ini harus diantisipasi karena Roya elektonik atas HT ini akan di template ke Sertifikat elektronik,” tambahnya.

Oleh karena itu, lanjut Lia Nastiti Ketua DPD REI Jawa Barat, diperlukan perangkat keras, perangkat lunak dan SDM-SDM yang kompeten agar Sertipikat elektronik mampu mengefisienkan proses pendaftaran tanah, pengecekan sertifikat dan bisa meningkatkan indikator kemudahan berusaha di Indonesia.

Baca Juga: Hadirkan Inovasi Layanan Perbankan Berkelanjutan, Bank DKI Raih Indonesia Best Living Legend Company 2024

“Sebagai pelaku usaha kami tentu ikut aturan. Cepat atau lambat Sertipikat elektronik akan ada di seluruh wilayah Indonesia, maka diperlukan adanya sosialisasi secara masif oleh Kementerian ATR/BPN, kepada segenap masyarakat, notaris, pelaku usaha maupun instansi yang terkait termasuk sektor perbankan,” pungkasnya. ***

Editor: Erlan Kallo

Tags

Terkini

Terpopuler