CTIS Bahas Perkembangan Internet di Indonesia: Dampak Negatif Perlu Perhatian

- 4 Maret 2024, 15:32 WIB
Dr. Ashwin Sasongko (No.3 dari Kanan) Pada Pemaparan Tentang Perkembangan dan Kendala Teknologi Internet, di CTIS
Dr. Ashwin Sasongko (No.3 dari Kanan) Pada Pemaparan Tentang Perkembangan dan Kendala Teknologi Internet, di CTIS /CTIS/

SEPUTAR CIBUBUR - Setelah 55 tahun teknologi internet diterapkan di muka Bumi ini, muncul berbagai permasalahan yang perlu diantisipasi oleh para pengguna dan pengembang teknologi informatika. Pasalnya, di samping manfaat internet yang luar biasa, dampak negatif yang bersifat lokal maupun global juga kerap muncul dan memerlukan perhatian khusus. 

Demikian kesimpulan Diskusi Center for Technology and Innovation Studies (CTIS) tentang:”Perkembangan Teknologi Over The Top pada Teknologi Telekomunikasi dan Informatika (TIK)”, Berbicara pada diskusi ini Dr. Ashwin Sasongko, Ketua Komite TIK-CTIS yang juga mantan Dirjen di Kementerian Kominfo, Rabu 28 Februari 2024.

Internet muncul dari kegiatan riset Defense Advanced Research Project Agency (DARPA), bagian dari Kementerian Pertahanan AS.  Hasil riset ini memungkinkan sebuah komputer dapat berkomunikasi dengan komputer lainnya.

Baca Juga: Bocor Alus Tempo Sebut Bahlil Ingin Geser Airlangga Sebagai Ketum Golkar  

Pada tahun 1969 berhasil dioperasikan ARPA-Net, sehingga lewat jaringan ini komputer bisa saling berkomunkasi, dan pada tahun 1972 mulai dipakai icon “@” sebagai awal dari surat elektronik atau email. 

Departemen Perdagangan AS, akhirnya mengalihkan sebagian program ARPANet untuk kegiatan non-pertahanan, dan ini berdampak pada bermunculannya berbagai jaringan internet untuk beragam kegiatan pemerintahan, perdagangan, perbankan hingga kegiatan individu sehari hari, seperti mengirim surat-surat elektronik (email)

Pengelolaan internet secara global dilaksanakan oleh organisasi nir-laba yang bermarkas di Amerika Serikat, dengan nama Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN).  

Indonesia memasuki dunia jaringan internet pada tahun 1994 lewat IPTEKNet, suatu jaringan internet untuk pengembangan ilmu pengetahun dan teknologi.  IPTEKNet dibangun oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). 

Ashwin menegaskan bahwa tahap awal yang harus dibangun adalah infrastruktur jaringan telekomunikasi terlebih dahulu sebelum jaringan internet bisa diterapkan.  Jaringan telekomunikasi tadi dioperasikan oleh operator lokal maupun internasional.. Di atas jaringan telekomunikasi tadi baru kemudian dibangun jaringan internet.

Sesudah itu,  dibangun beragam aplikasi dan konten di jaringan internet tadi.  Di Indonesia, jaringan telekomunikasi yang dikelola operator telekomunikasi lokal dan internasional dipayungi UU No.36/1999 Tentang Telekomunikasi.  Sedang untuk operator aplikasi layanan internet lokal dan global dilindungi UU No.1/2024 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta berbagai UU Sektoral.  Baru kemudian aplikasi layanan internet dapat memuat beragam konten seperti website, youtube, instagram, Tik Tok, yang kesemuanya dilindungi UU No.32/2002 Tentang Penyiaran.  UU No.32/2002 ini terus diperbaharui, dan terakhir menjadi UU No.27/Th.2022 Tentang Penyiaran.

Hingga saat ini, ICANN adalah satu satunya organisasi yang mengelola jaringan internet global, yang menyediakan Internet Protocol (IP) Address, juga menyediakan dan mengelola Domain Names System (DNS), serta melayani server semua Internet Service Provider (ISP) di seluruh Dunia.  IP Address disediakan ICANN melalui partnernya di setiap negara. 

Di Indonesia, IP Address diserahkan ke Indonesia Network Information Center (IDNIC) dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).  Sedang untuk pengelolaan DNS, maka ICANN menyerahkannya kepada Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI).  PANDI lah yang mengelola Dot.ID atau “.id” di Indonesia.

Berbagai kegiatan yang selama ini memanfaatkan ruang fisik atau physical space, sekarang telah beralih ke ruang siber atau cyber space.  Layanan seperti e-banking, smart-banking, mobile banking, e-money, digital-money, smart government, e-government, cyber-security dan cyber-notary sudah semakin memasyarakat. 

Masyarakat puas dengan layanan elektronik ini, namun berbagai kendala juga bermunculan, terutama dari aspek regulasinya.  Memang jamak bahwa regulasi kerap tertinggal dari perkembangan teknologinya sendiri, yang semakin cepat.  Ashwin mencontohkan tentang penerapan electronic archive sesuai UU No.43/Th.2009 Tentang Kearsipan, ternyata timbul masalah apakah arsip yang disimpan secara elektronik tadi adalah arsip otentik atau arsip yang sudah diolah secara digital sehingga keotentikannya tidak terjamin?  Juga kegiatan e-commerce yang belum sesuai dengan UU No.7/Th.2014 Tentang Perdagangan, terbukti saat ini orang dengan mudah bisa memanfaatkan layanan Tik Tok untuk melaksanakan transaksi jual-beli, yang sudah pasti tidak membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 

Baca Juga: Langgar Ketentuan Perdagangan Karbon, KLHK Cabut Izin PBPH PT Rimba Raya Conservation

Juga perkembangan teknologi internet bisa mengaburkan antara layanan jasa telekomunikasi dengan layanan jasa internet,  yang tidak memerlukan infrastruktur telekomunikasi konvensional, seperti layanan WhatsApp yang bisa mengirim pesan, mengirim video, juga mengirim gambar maupun layanan berbicara layaknya tilpon.  Hal seperti ini masih belum diatur dalam suatu regulasi yang baku.   Apalagi, segera muncul layanan internet dari ruang angkasa menggunakan ribuan satelit yang ditempatkan di orbit rendah guna melayani jasa internet di seluruh pelosok Dunia tanpa mengenal tapal batas negara lagi.

Di Dunia global yang semakin mengecil ini, Ashwin menyarankan agar para pemangku kepentingan, baik Pemerintah maupun Non-Pemerintah,  terus menginvetarisasi permasalahan internet yang timbul, sekaligus mencari jalan keluar untuk memecahkannya. 

Di samping itu, partisipasi Indonesia diberagam kegiatan ICANN harus terus diintesifkan dan digencarkan agar Indonesia bisa menyuarakan kepentingan kepentingannya dalam pembuatan kebijakan kebijakan pemanfaatan internet global.  Tentunya, Indonesia belum bisa mengambil posisi seperti Rusia dan Tiongkok , yang saat ini tengah membangun sistem internet sendiri dan mereka siap bersaing dengan ICANN yang dikendalikan Amerika Serikat.  ***

Editor: sugiharto basith budiman


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x