Langgar Ketentuan Perdagangan Karbon, KLHK Cabut Izin PBPH PT Rimba Raya Conservation

- 3 Maret 2024, 21:39 WIB
Khairi Wenda
Khairi Wenda /KLHK/

SEPUTAR CIBUBUR - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membekukan dan mencabut Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) PT. Rimba Raya Conservation (RRC) karena melakukan pelanggaran perdagangan karbon.

Direktur Pengendalian Usaha Pemanfaatan Hutan, KLHK Khairi Wenda menjelaskan pencabutan tersebut disebabkan oleh karena PT. Rimba Raya Conservation telah melakukan pemindahtanganan perizinan kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Perusahaan tersebut juga melakukan transaksi perdagangan karbon lebih luas dari areal perizinan (PBPH) yang dimilikinya termasuk melanggar perjanjian kerja sama dengan Taman Nasional Tanjung Puting, serta dinilai tidak membayarkan PNBP sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Baca Juga: Informasi Jadwal dan Kuota Mudik Gratis 2024 di Terminal Cileungsi, Simak Penjelasan Resminya

Wenda menjelaskan soal telah diterbitkan Perpres 98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi Yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional, serta beberapa peraturan pelaksanaannya antara lain melalui PermenLHK 21/2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon, yang mengatur tata kelola perdagangan karbon di Indonesia.

“Berdasarkan peraturan perundangan yang mengatur karbon dimaksud, maka entitas bisnis pemegang PBPH yang akan melakukan perdagangan karbon, diwajibkan mengikuti regulasi tersebut, dan bagi entitas bisnis pemegang PBPH yang tidak mentaati regulasi tersebut akan dikenakan sanksi,” demikian tegas Wenda, dalam keterangan resminya dikutip Minggu, 3 Maret 2024.

PT Rimba Raya Conservation sebelumnya mengelola konsesi seluas 36.331 hektare di Kabupaten Seruyan, Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor SK.146/Menhut-II/2013.

Wenda menjelaskan penerapan sanksi ini merupakan penegakan peraturan dalam perdagangan karbon di Indonesia yang selain merupakan ketaatan terhadap konstitusi, juga dalam rangka mencegah double counting dan double claim antar negara dalam upaya bersama menurunkan emisi karbon sesuai Paris Agreement yaitu membatasi kenaikan suhu global di bawah 2 derajat Celcius dan berusaha untuk menuju 1,5 derajat Celcius.

Perlu ditegaskan bahwa dalam Perpes 98 Tahun 2021 serta PermenLHK 21/2022 secara ketat diatur tata cara pelaksanaan perdagangan karbon antara lain mendaftarkan kegiatan/aksi mitigasi penurunan emisi GRK ke dalam Sistem Registri Nasional (SRN); dan menghitung penurunan emisi GRK harus sesuai dengan prinsip MRV (Measurable, Reportable, Verifiable) cara penghitungan yang sesuai dengan standard nasional dalam sistem dan metoda Indonesia (SNI) merujuk kepada metodologi IPCC serta sudah disepakati secara nasional melalui Panel Metodologi di KLHK.

Lebih lanjut dijelaskan, kompatibilitas terhadap perdagangan yang sudah terjadi sejak lama bisa dilakukan dengan penyesuaian dalam prosedur yang sederhana, sehingga tidak akan menyulitkan pihak-pihak pelaku perdagangan karbon.

Baca Juga: Hujan Lebat dan Cuaca Ekstrem Berpotensi Terjadi hingga Senin

Halaman:

Editor: sugiharto basith budiman


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x