Bayang-Bayang Momok Taper Tantrum yang Membuat Merinding Para Investor

4 Mei 2022, 16:16 WIB
Ilustrasi Nilai Tukar Rupiah Vs Dolar AS /

SEPUTAR CIBUBUR - Para investor belakangan mulai cemas dan galau melihat keperkasaan Dolar AS terhadap berbagai mata uang asing.

Di hadapan dolar Amerika Serikat (AS), rupiah melemah 0,9% di perdagangan pasar spot sejak awal Ramadhan.

Dolar AS semakin unjuk gigi, mengawali bulan suci Ramadhan nilai kurs Rupiah berada di Rp 14.362/US$, kemudian Rupiah finish di Rp 14.495/US$.

Baca Juga: Bayang-Bayang Keperkasaan Dolar AS Menghantui Kurs Mata Uang Negara di Dunia

Apa boleh buat, Dolar AS kenyataanya memang terlalu kuat. Tidak cuma melawan Rupiah, namun terhadap berbagai mata uang utama Asia.

Bayang-bayang momok Taper Tantrum yang pernah terjadi pada tahun 2013 silam seakan membuat merinding para Investor.

Taper tantrum itu sendiri pernah terjadi dan memukul pasar keuangan Tanah Air di tahun 2013.

Nilai tukar Rupiah waktu itu di kisaran 9.700 per dolar AS.

Baca Juga: Kasus Robot Trading DNA Pro, PT MAS (Mitra Alfa Sukses) Bantah Tudingan Perusahaan Ilegal dan Diduga Fiktif

Tetapi merosot tajam hingga Rp 14.700 per dolar AS pada September 2015.

Pelemahannya sungguh luar biasa, lebih dari 50%, sehingga memukul kondisi perekonomian negara-negara yang masih menggunakan dan berbasis Dolar AS pada asetnya.

Taper tantrum sebenarnya adalah istilah yang digunakan media ekonomi untuk menggambarkan lonjakan imbal hasil surat berharga AS pada tahun 2013 karena pengumuman The Federal Reserve.

Ben Bernanke yang memimpin The Fed pada Juni 2013, mengumumkan rencananya untuk mulai menarik stimulus dengan mengurangi pembelian obligasi dari US$ 85 miliar menjadi US$ 75 miliar, berlaku mulai 2014.

Baca Juga: Update Robot Trading ATG, Channel YouTube dari Pimpinan ATG Mulai Dihapus, Persiapan Kabur ke Luar Negeri?

Efeknya, rupiah yang sempat berada di bawah Rp 10 ribu per dolar AS anjlok hingga ke level 12.000 per dolar AS pada 2013.

Nasib pasar saham pun tak jauh lebih baik. Indeks harga saham gabungan (IHSG) yang sebelumnya berada di level 5.200 jatuh ke level 4.200 di akhir 2013 dan bahkan sempat menyentuh titik terendahnya di bawah 4.000 pada Agustus.

Pemerintah mencatat, arus modal yang keluar dari Indonesia saat periode taper tantrum mencapai Rp 36 triliun.

Efek kebijakan The Fed tak hanya bertahan pada 2013.

Penarikan stimulus yang berlangsung hingga Oktober 2014 dan berlanjut dengan kenaikan bunga The Fed pada 2015 berdampak pada tren panjang pelemahan rupiah.

Baca Juga: Member ATG Kebobolan saat Maintenance, Duit Puluhan Juta Ludes! Kok Bisa?

Rupiah terus melemah hingga menyentuh 14.690 per dolar AS pada September 2015.

Terkini Bursa saham Asia juga mengalami pergerakan yang beragam pada perdagangan Rabu 4 Mei 2022.

Beberapa bursa dalam tekanan karena investor menunggu hasil Pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC), kekhawatiran memburuknya kondisi perekonomian China serta krisis Rusia-Ukraina.

Pelemahan juga dialami Emas karena dolar Amerika Serikat (USD) menguat dan imbal hasil obligasi Pemerintah AS naik.

Mengutip Xinhua, Selasa, 3 Mei 2022, kontrak emas paling aktif untuk pengiriman Juni turun USD48,1 atau 2,52 persen menjadi USD1,863,6 per ons.

Baca Juga: Tetap Romantis, Ini Isi Chat Affiliator Binary Option Doni Salmanan yang Dibocorkan Istrinya Dinan Fajrina

Indeks dolar AS telah naik mendekati level tertinggi 20 tahun, mendorong persentase penurunan harian terbesar untuk emas pada Senin sejak 9 Maret.

Federal Reserve akan menyimpulkan pertemuan kebijakan moneter dua hari pada Rabu waktu setempat (Kamis WIB).

Investor secara luas memperkirakan bank sentral AS akan menaikkan suku bunga kebijakan sebesar 50 basis poin.

Di sisi lain, bursa saham Amerika Serikat terpantau menguat dalam perdagangan berombak pada penutupan Senin waktu setempat (Selasa WIB).

Kondisi itu didukung oleh kebangkitan pada saham-saham teknologi.

Baca Juga: Kuasa Hukum DNA Pro: Jangan Biarkan Artis Melenggang Tanpa Saksi Pidana

Keperkasaan dolar AS tidak lepas dari ekspektasi pasar terhadap normalisasi kebijakan moneter bank sentral The Federal Reserve/The Fed. Bukan sembarang normalisasi, tetapi pengetatan yang agresif.

Komite Pengambil Kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) akan menggelar rapat pada 4 Mei 2022.

Berdasarkan CME FedWatch, kemungkinan kenaikan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 0,75-1% mencapai 99,6%.

Baca Juga: Robot Trading DNA Pro Mengikuti Jejak Fahrenheit dan EA Copet Yaitu Dengan Modus Sengaja di MC-kan

Pada akhir tahun ini, pasar memperkirakan Federal Funds Rate akan berada di 3-3,25% dengan kemungkinan 45,9%. Jika terwujud, maka suku bunga acuan AS akan menyentuh titik tertinggi sejak 2009.

Kenaikan suku bunga acuan akan ikut mengerek imbalan investasi aset-aset berbasis dolar AS, utamanya instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi.

Ini membuat arus modal mengalir deras ke Negeri Stars and Stripes, sehingga tidak heran dolar AS begitu perkasa.***

 

Editor: Danny tarigan

Tags

Terkini

Terpopuler