Indef Nilai OJK dan Bappebti Tidak Selaras soal Kripto

- 10 Februari 2022, 17:48 WIB
Indef menilai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) tidak selaras terkait masalah kripto..
Indef menilai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) tidak selaras terkait masalah kripto.. // Pixabay/ vjkombajn

SEPUTAR CIBUBUR - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, menilai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) tidak selaras terkait masalah kripto.

“Pernyataan OJK terkait pelarangan pihak perbankan memfasilitasi transaksi kripto menuai kritik. Pasalnya, kripto telah dikukuhkan sebagai salah satu komoditas yang diperdagangkan dengan pengawasan di bawah Bappebti,” kata Nailul Huda dalam keterangan resmi yang diterima Seputar Cibubur, Kamis 10 Februari 2022.

OJK, kata Nailul Huda, telah meminta kepada industri perbankan agar penggunaan rekening bank tidak dijadikan sebagai penampung dana dari kegiatan melanggar hukum, termasuk kripto yang berada dalam pengawasan Bappebti. Hal itu merupakan buntut dari maraknya penipuan investasi dan kejahatan bermodus skema ponzi.

Baca Juga: Hai Member Robot Trading DNA Pro, Net 89, Bappebti Tegaskan WD Dapat Dilakukan

“Pernyataan OJK itu menandakan adanya ketidakselarasan antarinstansi pemerintah. Sebab, kripto sendiri telah dirancang sebagai komoditas oleh Bappebti di bawah Kementerian Perdagangan,” kata Nailul Huda.

Tidak hanya itu, menurut Nailul Huda, Bappebti juga telah merancang aturan terkait perdagangan dan pedagang kripto secara resmi. Artinya, selama transaksi dilakukan oleh pedagang kripto terdaftar dan diawasi Bappebti, skema perdagangan kripto layaknya komoditas ataupun produk derivatif lainnya.

“Di satu sisi, Bappebti berupaya memfasilitasi industri ini, tapi di sisi lain ada institusi lain yang mempunyai pandangan lain. OJK dan Bappebti ini ngobrol dululah, tren aset kripto ini kan sudah jalan beberapa tahun terakhir,” ungkap Nailul Huda.

Baca Juga: Modus Manajemen Robot Trading Untuk Cepat Kaya: 'Modal Hape, Dasteran, Koloran di Rumah, Dapat Uang Miliaran'

Di lain sisi, Nailul Huda memahami sudut pandang OJK yang masih mempersepsikan, aset kripto berpotensi sebagai alat tukar layaknya uang, karena namanya adalah cryptocurrency. Sedangkan alat tukar resmi adalah Rupiah seperti yang diatur dalam perundang-undangan.

“Tapi, sejak awal ketika Bappebti memfasilitasinya, kesepakatannya di Indonesia hanya boleh digunakan sebagai aset investasi. Bukan alat transaksi,” jelas Nailul Huda.

Karena itu, dia menilai ada kejanggalan dengan imbauan dari otoritas agar perbankan tidak memfasilitasi transaksi aset kripto, padahal sejak awal Bappebti merumuskan kripto sebagai komoditas investasi.

Baca Juga: Net89 Serta Kegiatan Robot Trading SmartX Berhenti Permanen, Astaga Ternyata Cuman PHP..

“Bagaimana bisa investor membeli atau berinvestasi aset kripto kalau tidak bisa menggunakan rekening bank sebagai jembatan untuk beli atau jual aset kripto ke pedagang kriptonya? Kan ini aset digital, masa iya beli dan jualnya lewat pedagang langsung secara offline,” tegas Nailul Huda.

Lebih jauh, dia sepakat bahwa otoritas dan Satgas Waspada Investasi (SWI) berhak melarang sejauh perdagangan itu bersifat ilegal, termasuk dilakukan oleh pedagang kripto yang tidak terdaftar.

“Selama ini Bappebti sudah merilis mana saja pedagang kripto dan koin kripto yang terdaftar dan berizin resmi di Bappebti. Seharusnya itu sudah cukup jadi acuan untuk melakukan pengawasan dan mengendalikan keterlibatan bank,” tambah Nailul Huda.

Baca Juga: Komentar Pedas Trader Soal Prosedur WD Robot Trading Net89: Lip Service!

Dia menambahkan, OJK berhak dan berwenang mengatur dan melarang perbankan dalam ekosistem aset kripto, dalam hal penempatan dana bank ke dalam bentuk aset kripto. Sebab, kata Nailul, karena dana di bank adalah dana masyarakat.

“Mereka tidak boleh main-main menempatkan dana nasabahnya, terutama di aset yang punya fluktuasi tinggi,” simpulnya.

Sementara itu, Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengungkapkan adanya gesekan dengan OJK akan berdampak pada telatnya peluncuran bursa kripto. Sebab, fungsi lembaga keuangan, dalam hal ini bank nantinya akan sebagai kustodian untuk perdagangan aset kripto. Kustodian ini paling penting posisinya.

Baca Juga: Beda Robot Trading Net89 dan DNA Pro soal WD Member, Mana yang Bisa Cair?

“Jadi saya tidak heran kenapa launching bursa kripto ini molor terus dari semester II 2021 lalu, rupanya ada deadlock antara Bappebti dan OJK dalam melaksanakan perdagangan aset kripto yang diakui negara, dalam hal ini bursa kripto,” kata Ibrahim.

Dengan kendala itu akan membuat dampak lanjutan seperti kian sulitnya aset kripto diterima di masyarakat. “Bahkan akan makin berjamuran aktivitas perdagangan kripto yang sulit dipantau keamanannya. Negara makin sulit untuk meregulasi aset kripto ini,” ungkap Ibrahim.

Kemudian, Teguh K Harmanda, Ketua Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo), mengungkapkan pihak asosiasi menghargai pernyataan dari otoritas. Namun, menurutnya, sejauh ini asosiasi telah berupaya untuk menempatkan perdagangan kripto sesuai aturan main dan melengkapi perlindungan hukum.

Baca Juga: Net89 Bikin Prosedur Withdraw (WD), Era Robot Trading Berakhir?

“Bahwa sudah semestinya kita harus menjaga industri agar tumbuh secara sehat, contohnya pada industri aset kripto yang sudah menerapkan rekomendasi terhadap APU/PPT, adanya pelaporan yang diwajibkan oleh Bappebti setiap harinya, dan melaporkan jika menemukan transaksi mencurigakan. Sehingga kami yakin sekali, bahwa transaksi aset kripto yang berjalan saat ini sudah seirama dengan mitigasi resiko yang kita khawatirkan bersama pada industri keuangan secara luas,” tegas Teguh.

Editor: Ruth Tobing


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah