SEPUTAR CIBUBUR – Inovasi katalis yang dihasilkan Tim Peneliti ITB (Institut Teknologi Bandung) menjadi loncatan besar bagi pengembangan bioenergi dan sektor industri di Indonesia. Pasalnya, Indonesia masih impor katalis dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan industri di dalam negeri.
Hal ini terungkap dalam kunjungan 30 jurnalis dari Jakarta dan Bandung ke Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis (TRKK) ITB dan Pusat Rekayasa Katalisis (PRK) ITB sebagai rangkaian Workshop Jurnalis Industri Hilir Sawit, Majalah Sawit Indonesia.
Kepala Laboratorium TRKK ITB Dr Melia Laniwati Gunawan mengapresiasi kunjungan media yang diselenggarakan Majalah Sawit Indonesia dalam rangka memberikan informasi kepada masyarakat berkaitan pengembangan katalis dan produk biofuel yang telah dihasilkannya.
“Kami ingin meluruskan informasi di masyarakat mengenai katalis, jadi ada yang bilang bahwa katalis itu dari sawit. Padahal, katalis itu bukan dari sawit. Tetapi katalis ini membantu sawit untuk proses konversi minyak sawit dan inti sawit menjadi bahan bakar nabati,” kata Melia.
Menurut Melia, inovasi katalis yang dihasilkan ITB sangatlah penting karena 90% kebutuhan katalis Indonesia, masih diimpor dari negara lain seperti Jerman, Cina, India, dan Amerika Serikat. Karena itulah, sangat penting bagi Indonesia menghasilkan katalis sendiri supaya tidak bergantung kepada negara lain.
“Memang jumlah dan kebutuhan katalis ini ribuan karena menyesuaikan kebutuhan industri itu sendiri. Bentuknya juga beragam ada yang seperti serbuk dan pellet,” ujar Melia.
Dengan menghasilkan katalis sendiri, Melia menjelaskan bahwa Laboratorium TRKK dan PRK ITB telah melakukan pengembangan teknologi katalisis dan proses untuk memproduksi bensin sawit. Lalu pada 2019, Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS) membantu pendanaan TRKK ITB untuk pengembangan katalis dan membangun unit produksi bensin sawit kapasitas 20 liter/hari.
Lalu pada 2015, Pertamina dan Laboratorium TRKK ITB melakukan uji coba proses produksi diesel biohidrokarbon dengan reaktor skala komersial Pertamina di RU2 Dumai melalui skema co-processing. Berikutnya, Pertamina, ITB, dan BPDPKS mampu memproduksi diesel biohidrokarbon dengan skema mandiri (stand-alone) untuk memproduksi D100.