Waspada, Infertilitas Sekunder Picu Perempuan Tidak Hamil

5 September 2021, 19:49 WIB
Ilustrasi ibu hamil. /Pixabay/Pexels

SEPUTAR CIBUBUR – Infertilitas sekunder memicu perempuan tak kunjung hamil. Namun, infertilitas sekunder bisa diterapi agar perempuan kembali hamil.

“Menurut World Health Organization (WHO), infertilitas didefinisikan sebagai kegagalan pasangan suami istri untuk hamil setelah satu tahun berhubungan seksual secara teratur tanpa alat kontrasepsi. Definisi ini juga berlaku pada infertilitas sekunder. Tetapi dalam hal ini pasangan tersebut sudah memiliki anak sebelumnya,” kata dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan Konsultan Fertilitas, Endokrinologi, dan Reproduksi RS Pondok Indah IVF Centre, dr Upik Anggraheni, Sp.OG-KFER, dalam keterangan resmi, Minggu, 5 September 2021.

Riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya, kata dr Upik, memang tidak selalu membuat peluang kehamilan selanjutnya lebih mudah. Masalah infertilitas ini sering berkaitan dengan bertambahnya usia yang memengaruhi kuantitas dan kualitas sel telur dan sperma.

Baca Juga: Ada 1.000 Dosis Vaksin di Green Sedayu Mall: Bisa Datang Langsung

“Jadi, penyebab infertilitas sekunder ini bukan hanya salah satu pihak (wanita atau pria) saja, tetapi keduanya. Faktor penyebab infertilitas sekunder dapat berasal dari wanita, pria, ataupun kombinasi keduanya,” ungkap dr Upik.

Kalau dilihat dari jumlahnya, sekitar 10-15% pasangan mengalami infertilitas. Dari jumlah itu, sepertiganya mengidap infertilitas sekunder. Faktor penyebabnya ada banyak. Termasuk usia, infeksi, lingkungan, genetik, bahkan nutrisi, dan stres dapat berkontribusi menjadi penyebab terjadinya masalah kesuburan.

“Faktor usia menjadi salah satu faktor yang tidak dapat dikendalikan. Usia 35 tahun pada wanita adalah titik cadangan ovarium mulai menurun secara cepat sampai dengan usia 45 tahun. Usia ini merupakan batas usia dilakukannya program IVF (bayi tabung) dengan sel telur milik sendiri,” ujar dr Upik.

Baca Juga: Main Gadget 2 jam Per Hari Akibatkan Anak Hiperaktif dan Tidak Fokus

Barbara (1990), kata dr Upik, menuliskan dalam jurnalnya mengenai epidemiologi infertilitas. Penyebab paling sering dari infertilitas sekunder adalah infeksi. Hal ini didukung oleh penelitian Momtaz dan kawan-kawan (2011) mengenai adanya hubungan bermakna antara infertilitas sekunder dan riwayat buruk kehamilan sebelumnya, persalinan dengan operasi sesar, dan peningkatan indeks massa tubuh. Wanita dengan infertilitas sekunder juga diketahui empat kali lebih sering mengalami masalah kandungan (ginekologi).

Kegemukan juga menjadi faktor penyebab infertilitas sekunder. Wanita dengan indeks massa tubuh di atas 25 kg/m 2 cenderung lebih sering mengalami infertilitas dibandingkan dengan mereka yang memiliki berat badan ideal. Hal ini terkait dengan gangguan ovulasi seperti PCOS yang sering terjadi pada wanita gemuk.

Begitu pula dengan pria gemuk. Mereka lebih sering mengalami gangguan kesuburan yang dipengaruhi oleh adanya peningkatan suhu akibat penumpukan lemak di sekitar kemaluan. Namun demikian, penyebab terbanyak infertilitas sekunder pada pria adalah varikokel (pembesaran pembuluh darah di dalam skrotum).

Baca Juga: Sudah Vaksin Covid-19 tapi Sertifikat Tidak Muncul di Pedulilindungi.id, Coba Beberapa Cara Ini

Program Alami

Meski demikian, masih ada harapan untuk memiliki anak kembali dengan melakukan terapi. Terapi dan pengobatan infertilitas sekunder tetap mengikuti alur penanganan infertilitas pada umumnya. Terapi mencakup analisis lengkap riwayat medis pasangan, identifikasi risiko terkait kesuburan (frekuensi berhubungan seksual, paparan asap rokok, polusi, alkohol, kafein, dan gaya hidup), pemeriksaan fisik pasangan, evaluasi ovulasi, USG transvaginal, dan histerosalpingografi (HSG) pada wanita, serta analisis sperma pada pria.

Evaluasi ovulasi dapat dinilai dari riwayat menstruasi dan pengukuran kadar progesteron darah atau luteinizing hormone (LH) urin. HSG merupakan tes yang efektif untuk menilai kondisi rongga rahim dan ada tidaknya sumbatan di saluran tuba fallopi. Pada kasus kecurigaan endometriosis, adanya perlekatan atau masalah lain pada saluran telur dapat dipertimbangkan untuk dilakukan laparaskopi terlebih dahulu, sebelum program kehamilan dimulai.

Analisis sperma adalah hal yang wajib dilakukan oleh pria untuk menentukan pilihan terapi selanjutnya. Umumnya, analisis sperma berlaku untuk tiga bulan terkait dengan spermatogenesis yang terjadi setiap 90 hari. Hasil analisis sperma mencakup volume, konsentrasi sperma, pergerakan, dan bentuk sperma yang normal.

Baca Juga: Pekan Vaksinasi Massal Covid-19 Kota Jambi: Tersedia 1.250 Nomor Urut

Dari hasil tersebut, dapat diketahui jumlah total sperma yang bergerak untuk menentukan kelayakan sperma membuahi sel telur secara alami. Pilihan terapi akan ditentukan setelah dokter spesialis kebidanan dan kandungan konsultan fertilitas, endokrinologi, dan reproduksi mengetahui masalah kesuburan pasangan sehingga dapat diketahui peluang dari setiap pilihan yang ada, baik program alami (senggama terencana), inseminasi intrauterine, ataupun bayi tabung (IVF).

“Jangan ragu untuk mengecek kondisi Anda dan pasangan sebelum merencanakan kehamilan anak kedua. Perubahan gaya hidup, pertambahan usia, riwayat penyakit, atau tindakan bedah di daerah kandungan dapat mempengaruhi kesuburan Anda dan pasangan. Perencanaan dan persiapan yang matang dapat membantu meningkatkan peluang keberhasilan terjadinya kehamilan,” tegas dr Upik. ***

Editor: Ruth Tobing

Tags

Terkini

Terpopuler