SEPUTAR CIBUBUR – Wings Therapy Center (WINGS), pusat terapi terkemuka di Asia Tenggara untuk bayi hingga dewasa muda, yang berlokasi di Singapura telah menangani lebih dari 6000 pasien hingga saat ini.
Dari 6000 pasien tersebut, 50% di antara mereka adalah orang asing yang terbang ke Singapura dari seluruh Asia Tenggara, khususnya Indonesia, untuk berobat di pusat terapi unik ini.
Pusat terapi ini adalah salah satu dari sedikit pusat kesehatan di Asia dan dunia yang menyediakan terapi khas yang inovatif di bawah satu atap dengan menerapkan kerangka Model Terapi Intensif (IMOT) untuk menyediakan terapi seperti Suit Therapy (NeuroSuit™ and TheraSuit Method®), Latihan Spider Cage, Universal Exercise Unit, Intervensi Gerakan Dinamis (DMI), Cuevas Medek Exercises® (CME), Latihan Berjalan Intensif dengan LiteGat, Latihan Berjalan Robotik dengan Trexo Robotics, Task Specific Electrical Stimulation (TASES), dan masih banyak lagi.
Riza Legowo, ibu dari Valerie yang berusia enam tahun dari Jakarta, Indonesia mengungkapkan bahwa anaknya harus menjalani kemoterapi karena leukemia. Perawatan tersebut berlangsung selama 9 bulan dan ini berdampak pada sebagian besar kemampuannya dan membuatnya kesulitan untuk berjalan.
Baca Juga: Ini Lima Manfaat Rumput Laut bagi Kesehatan Anak
“Merupakan berkah bagi kami dengan mendapatkan bantuan dari WINGS. Julia dan timnya sangat luar biasa. Mereka berkomitmen, bersemangat dan sangat menyenangkan. Valerie menjalani berbagai perawatan intensif sebelum kami memutuskan untuk pindah ke Singapura agar Valerie dapat mengikuti terapi secara rutin di WINGS. Saya rasa tidak ada layanan terapi yang serupa di Indonesia. WINGS benar-benar unik, tidak hanya dalam metodenya tetapi juga dalam cara mereka memperlakukan setiap anak secara holistik. Saya belum pernah melihat yang seperti ini di mana pun di Asia,” tutur Riza.
WINGS dimulai oleh seorang ibu, Julia, dan putranya yang berkebutuhan khusus, Jake, pada tahun 2017. Jake didiagnosis menderita mutasi genetik yang sangat langka (NACC1), yang mempengaruhi Jake untuk berjalan, berbicara, dan kesulitan untuk menjalani kehidupan mandiri. Ia juga terlahir dengan katarak bawaan di kedua matanya.
Saat Jake baru berusia empat bulan, dia mengalami sekitar 1000 kejang perhari dan gagal mencapai tahap perkembangan awal. Saat itulah Julia diberitahu bahwa anaknya mungkin tidak akan pernah bisa berjalan, berbicara, atau hidup secara mandiri. Hal ini menginspirasi Julia dan Jake selama 10 tahun berkeliling dunia dalam mencari solusi.
Baca Juga: Scoot Tingkatkan Frekuensi Penerbangan Indonesia-Singapura