Dikatakan mahasiswa Fakultas Psikologi ini, sebenarnya masyarakat umumnya prihatin akan konten mengemis secara online, sebab masih banyak konten yang bisa dibuat lebih bermanfaat dan mengedukasi.
“Isu terkait ‘ngemis dan nyawer online’ di TikTok ini cukup memprihatinkan dan memperlihatkan kebodohan pembuat konten untuk memperjualbelikan empati audiens,” paparnya.
Meski tidak mudah, imbuhnya, konten yang mengeksploitasi kemiskinan di media sosial dengan bentuk serupa dengan praktik meminta belas kasihan tersebut akan terus bermunculan.
Oleh karena itu, diperlukan strategi dari pengambil kebijakan untuk menghapus praktik yang mengarah ke eksploitasi kemiskinan.
Jatayu Bias Cakrawala, anggota tim PKM lainnya, mengusulkan agar ada pembatasan hingga penghapusan konten-konten yang berbau “ngemis” online, meningkatkan pengetahuan dan kesadaran diri dari setiap individu masyarakat, dan memberikan edukasi sederhana dan dipromosikan melalui media sosial.
“Perlu juga memfasilitasi para content creator untuk mengembangkan konten yang lebih mengedukasi dan meningkatkan literasi digital masyarakat,” kata mahasiswa prodi ilmu komunikasi Fisipol UGM ini. ***