SEPUTARCIBUBUR- Hari Bumi Sedunia diperingati setiap tanggal 22 April untuk menunjukkan dukungan terhadap perlindungan lingkungan.
Banyak tradisi turun-temurun di Indonesia yang dilakukan sebagai bentuk ucapan syukur kepada bumi atas segala hal yang telah diberikan setiap harinya.
Salah satu yang populer adalah tradisi mengucap syukur dan berterimakasih kepada Dewi Sri, sang Dewi Kesuburan dalam pertanian.
Baca Juga: Mengenal Seraung, Topi Khas Suku Dayak Kenyah Simbol Kebanggaan dan Persatuan
Berikut tradisi unik di berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan untuk menjaga kelestarian alam secara menyeluruh sekaligus berterimakasih kepada bumi.
- Tradisi Wiwitan
Tradisi Wiwitan merupakan upacara ritual tradisional masyarakat Jawa sebelum melakukan panen padi. Tradisi ini merupakan ungkapan rasa syukur masyarakat atas hasil panen yang melimpah.
Disebut sebagai ‘wiwitan’ karena arti kata ‘wiwit’ adalah ‘mulai’. Jadi tradisi ini bisa diartikan sebagai simbol memulai panen padi.
Baca Juga: Renungan Malam Kristiani:Menang Atas Perasaan Negatif
Tradisi Wiwitan diawali dengan memanjatkan doa yang biasanya dipimpin oleh para sesepuh. Lalu dilanjutkan dengan memotong sebagian padi sebagai tanda padi sudah siap dipanen.
Setelah itu, tradisi ini dilanjutkan dengan membagikan makanan yang telah dipersiapkan kepada seluruh masyarakat sekitar, lalu menyantapnya bersama. Tradisi ini berasal dari wilayah Jawa Tengah.
- Festival Jatiluwih
Festival Jatiluwih berasal dari Bali. Festival berbalut tradisi ini dilakukan dengan memadukan kebudayaan dan kesenian tradisional, seni pertunjukan, seni rupa, seni musik, hingga memamerkan produk-produk kreatif khas Jatiluwih.
Menurut kepercayaan, tradisi Jatiluwih dilakukan sebagai bentuk ucapan syukur atas ketersediaan pangan di bumi, terutama persediaan padi.
- Buka Egek
Buka Egek merupakan tradisi yang dilakukan oleh suku Moi di Papua dengan mengambil secukupnya dari alam dan tidak mengeksploitasi kekayaan alam secara berlebihan.
Hal ini diterapkan suku Moi dalam kehidupan bermasyarakat. Sejak zaman dahulu suku Moi merupakan suku yang terbiasa melaut, mengambil hasil bumi untuk konsumsi sendiri.
Tradisi Buka Egek diterapkan suku Moi dengan menggunakan perahu adat ketimbang perahu bermesin yang tidak ramah lingkungan.
Selain itu, Buka Egek juga berlaku untuk sumber daya alam lainnya, seperti tanah dan hutan yang masih masuk wilayah suku Moi.***
Sumber: pesona.indonesia