WHO Nyatakan Varian Covid-19 Delta sudah Mendunia dan Kecewa Uji Coba Vaksin Baru Gagal

- 19 Juni 2021, 12:53 WIB
Organisasi kesehatan dunia, WHO mengungkap varian Covid-19 Delta menjadi dominan secara global
Organisasi kesehatan dunia, WHO mengungkap varian Covid-19 Delta menjadi dominan secara global /Reuters/Denis Balibouse

SEPUTAR CIBUBUR – Virus Corona terus bermutasi berubah bentuk menjadi varian baru, seperti yang terjadi di India, dengan munculnya varian Covid-19 Delta.

Tidak membutuhkan waktu lama, varian Delta ini pun sudah menyebar ke berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Kini Covid-19 Delta ini menjadi varian dominan secara global.

Kepala ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Soumya Swaminathan menyatakan, kekecewaan atas kegagalan calon vaksin CureVac dalam uji coba untuk memenuhi standar kemanjuran WHO.

Apalagi setelah diketahui, bahwa tingkat penularan varian baru ini sangat cepat, sehingga dibutuhan vaksin baru yang lebih ampuh.

Baca Juga: Vaksin AstraZeneca Dihentikan Untuk Usia 60 Tahun, Ini Kata Pengawas Obat Uni Eropa

Negara Inggris Raya baru-baru ini melaporkan lonjakan tajam infeksi varian Delta, sementara pejabat senior kesehatan masyarakat Jerman memprediksikan varian Delta akan dengan cepat menjadi varian dominan di sana meski tingkat vaksinasi tinggi.

Di lain pihak, pemerintah Rusia menyalahkan lonjakan kasus Covid-19 pada keraguan vaksinasi dan "nihilisme" setelah rekor infeksi baru di Moskow, kebanyakan varian Delta baru, mengipasi kekhawatiran gelombang ketiga.

"Varian Delta sedang dalam perjalanan menuju varian dominan secara global sebab penularannya yang sangat tinggi," kata Swaminathan saat konferensi pers, Jumat atau Sabtu pagi WIB, Sabtu, 19 Juni 2021.

Baca Juga: Pemerintah China Izinkan Vaksin Sinovac Bagi Anak Usia Tiga Tahun Hingga 17 Tahun

Varian COVID-19 dikutip oleh CureVac ketika perusahaan asal Jerman itu pekan ini melaporkan bahwa vaksin buatannya hanya memilik kemanjuran 47 persen dalam mencegah penyakit, jauh dari ambang batas 50 persen standar WHO.

Perusahaan mengatakan telah mencatat sedikitnya 13 varian yang beredar dalam studi populasi mereka.

Mengingat bahwa vaksin mRNA serupa dari Pfizer-BioNTech dan Moderna mencatat tingkat kemanjuran di atas 90 persen, Swaminathan mengatakan dunia berharap lebih pada calon vaksin CureVac.

"Hanya karena ini mRNA yang lain, kami tidak dapat menganggap bahwa semua vaksin mRNA sama, sebab masing-masing mempunyai teknologi yang sedikit berbeda," katanya.

Baca Juga: Ini yang Perlu Diperhatikan Jika Anda Harus Melakukan Isolasi Mandiri di Rumah

Ia menambahkan bahwa kegagalan yang mengejutkan tersebut menggarisbawahi nilai uji klinis yang kuat untuk menguji produk baru.

Para pejabat WHO mengatakan Afrika masih menjadi kawasan yang membutuhkan perhatian, meski hanya menyumbang sekitar lima persen infeksi baru dan dua persen kematian secara global.

Kasus baru di Namibia, Sierra Leone, Liberia, dan Rwanda naik dua kali lipat pekan lalu, menurut kepala program kedaruratan WHO, Mike Ryan, pada saat akses vaksin COVID-19 masih sangat minim.

"Ini salah satu lintasan yang sangat, sangat memprihatinkan," kata Ryan. ***

Editor: Erlan Kallo

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x