Kenaikan Muka Air Laut dan Tenggelam Intip Jakarta

11 Januari 2024, 09:46 WIB
Ilustrasi Jakarta tenggelam /Tangkapan layar/Narasi Newsroom

SEPUTAR CIBUBUR-Krisis iklim bukanlah isapan jempol belaka. Warga Jakarta khususnya di Jakarta utara menjadi saksi sunyi bahwa ancaman ini sudah mengetuk pintu rumah mereka.

Dari 100 kota yang paling rentan terhadap  dampak krisis iklim di dunia dan sebagian besar besar di Asia, Jakarta menempati urutan teratas.

Penelitian Greenpeace Asia Timur mengungkapkan, Jakarta masuk ke dalam kota yang berpotensi mengalami ancaman ganda.

Ancaman tersebut berasal dari kenaikan permukaan laut dan tenggelam.

 Baca Juga: Kawasan Eite Menteng dan Kebayoran Rawan Longsor

Hampir 17% dari total luas daratan Jakarta berada di bawah elevasi air laut jika banjir 10 tahunan terjadi pada tahun 2030, yang membawa potensi kerugian terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) sebesar US$ 68 miliar, setara dengan Rp1.045 triliun.

Angka ini sekitar sepertiga PDRB Jakarta di tahun 2021. Sekitar 1,8 juta warga Jakarta berisiko terdampak banjir tersebut.

Daerah yang berpotensi terkena banjir antara lain bangunan perumahan dan komersial, Monumen Nasional dan Balai Kota Jakarta, serta pusat perbelanjaan di sepanjang pantai.

Tak hanya terancam tenggelam, udara Jakarta sudah semakin tidak sehat, karena dikepung polusi yang berasal dari dua sektor utama, yaitu transportasi dan PLTU-PLTU batubara yang beroperasi di sekitar kota Jakarta.

Baca Juga: Jakarta Tenggelam Bukan Isu, Masjid Wal Adhuna di Muara Baru Masuk Laut

Polusi udara di Kota Jakarta semakin hari kian memprihatinkan.

Pencemaran udara  telah merenggut hak ekologis warga Jakarta untuk menghirup udara bersih dan lingkungan yang sehat. Warga dipaksa hidup berdampingan dengan polusi udara yang mengancam kesehatan dan masa depan anak-anak.

Sepanjang tahun 2023, tingkat polusi Jakarta terus memburuk.

Walaupun angkanya fluktuatif, tapi rata-rata indeks standar pencemaran udara (ISPU) Jakarta menunjukkan kategori tidak sehat.

Baca Juga: Tiang Listrik di Jakarta Dijadikan Stasiun Pengisian Mobil Electric

Bahkan, standar terbaru Badan Kesehatan Dunia (WHO) masuk dalam kategori sangat berbahaya bagi kesehatan.

WHO menetapkan batas aman jika rata-rata nilai partikel berukuran 2,5 mikrogram atau partikulat meter (PM) 2,5 per 24 jam yakni 15 mikrogram per meter kubik (ug/m3). Sementara pantauan tingkat pencemaran udara di Jabodetabek pada April-Juli 2023 rata-rata PM 2,5 per 24 jam di atas 50 mikrogram per meter kubik. 

Artinya, tingkat pencemaran udara Jakarta berdasarkan standar terbaru WHO tidak pernah berada di bawah rata-rata standar aman bagi kesehatan.

Baca Juga: Mewek, Prabowo Sebut Anies Ingin Rakyat Benci Saya

Berdasarkan data Indeks Kualitas Udara (AQI) Air, Jakarta pernah menempati posisi teratas daftar kota dengan tingkat polusi terburuk pada Senin, 7 Agustus 2023.

Indeks kualitas polusi udara Jakarta mencapai angka 186 alias masuk kategori tidak sehat.

Kemudian tercatat konsentrasi PM2.5 mencapai 121,7 mg/m3 (mikrogram per meter kubik) udara.

Angka tersebut lebih tinggi 24,3 kali dari standar panduan udara tahunan WHO.

Sedangkan konsentrasi PM10 mencapai 144 mg/m3. Indeks udara Kota Jakarta ini juga menjadi paling tinggi dalam kurun satu pekan terakhir.

Indeks kualitas udara yang baik itu berada di angka 0-50, sedangkan AQI di atas 300 dianggap berbahaya.

Kondisi ini jelas memberikan dampak yang sangat buruk bagi kesehatan masyarakat.

Polusi udara bisa menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit, misalnya masalah pernapasan, gangguan mata, batuk, kanker paru-paru, hingga kardiovaskular.***

Editor: Ruth Tobing

Tags

Terkini

Terpopuler