Anak Indonesia Kesulitan Jalani Proses Pembelajaran Jarak Jauh

- 14 September 2021, 17:28 WIB
Ilustrasi pembelajaran jarak jauh.
Ilustrasi pembelajaran jarak jauh. /Pexels/August de Richelieu.

SEPUTAR CIBUBUR - CEO Save the Children Indonesia, Selina Patta Sumbung mengatakan, anak-anak di Indonesia menghadapi kesulitan menjalani proses pembelajaran jarak jauh (daring). Motivasi belajar mereka menjadi menurun dan bisa berpengaruh pada kemampuan literasi dan numerasi anak.

“Seluruh pihak perlu bersama-sama mengantisipasi kesulitan belajar yang menjadikan anak-anak kehilangan kemampuan dan pengalaman belajar (learning loss). Hal itu akan berdampak pada kurangnya keahlian mereka di saat dewasa (less-skilled workers) untuk bisa berkompetisi di dunia kerja/usaha, serta berakhir pada menurunnya kemampuan menghasilkan pendapatan (decreased earning capacity),” jelas Selina dalam keterangan tertulis, Selasa, 14 September 2021.

Bahkan, di beberapa wilayah, kata Selina, anak–anak yang kesullitan terancam putus sekolah karena anak harus bekerja dan atau menikah dini. Tindakan yang sistematis, aman dan inklusif harus segera dilakukan dan menjadi prioritas untuk mendukung pemberian akses pembelajaran bagi semua anak sebagai bagian dari pemulihan yang berkelanjutan.

Baca Juga: Begini Caranya untuk Dapat Kuota Internet Gratis Jasa Raharja

Fakta kesulitan belajar juga dialami oleh anak–anak di area Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta. Para kelompok anak yang tergabung sebagai Child Campaigner, gerakan Save our Education dan merupakan bagian dari Child and Youth Advocacy Network (CYAN) melakukan survei tentang pemerataan paket internet bagi peserta didik.

Terdapat 44 dari 105 responden anak (42%) menyampaikan bahwa mereka tidak mendapatkan kuota gratis baik dari Pemerintah maupun sekolah.

“Hasil survei kami menemukan bahwa anak-anak yang tidak mendapatkan kuota gratis ini salah satu alasannya karena tidak terdata. Padahal secara faktor ekonomi mereka sangat membutuhkan. Jadinya banyak anak yang merasa sedih, kecewa bahkan merasa ini tidak adil,” jelas Gya, 17 Tahun,  Koordinator Child Campaigner Save the Children di DI Yogyakarta.

Baca Juga: Daftar Lengkap Sekolah Belajar Tatap Muka di Jakarta Timur: TK, PAUD, SD, SMA, dan SMK

Hasil survei ini juga memotret upaya anak-anak yang tidak mendapat kuota internet tetapi tetap melakukan berbagai cara untuk dapat mengakses pembelajaran. Misalnya, menghemat penggunaan aplikasi pembelajaran, memanfaatkan fasilitasi wifi gratis, bahkan mencari lokasi dengan akses siynal yang kuat.

Memperingati Hari Literasi Internasional yang jatuh pada tanggal 8 September, Save the Children Indonesia bersama Child Campaigner dan Komunitas penggiat pendidikan anak di DI Yogyakarta menyuarakan hak pendidikan anak melalui gerakan Save our Education. Gerakan ini bertujuan untuk memastikan setiap anak mendapatkan akses terhadap pendidikan yang berkualitas pada lingkungan yang aman.

Di DI Yogyakarta, para anggota Child Campaigner menyampaikan secara langsung hasil survei tersebut kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DIY. Tak hanya itu, agenda Save our Education juga dilanjutkan dengan menyuarakan hak pendidikan anak melalui roadshow radio dan tv lokal di DI Yogyakarta.

Baca Juga: Saat Para Pelajar Ungkapkan Kerinduan Sekolah Tatap Muka kepada Presiden

“Setiap anak pasti berharap mendapat pendidikan yang berkualitas, mulai dari mutu pembelajaran yang lebih baik, mudah dipahami, dan tentunya kuota internet yang cukup untuk belajar. Kami berharap pemerintah dan sekolah dapat mendata dan mengecek kembali anak-anak yang selama satu tahun ini tidak mendapat kuota gratis, karena semua anak tanpa terkecuali berhak untuk bisa belajar,” tegas Gya.

Jarang Belajar

Sementara itu, studi global Save the Children pada Juli 2020 yang dilakukan di 46 Negara khususnya Indonesia menemukan fakta bahwa 7 dari 10 anak mengatakan jarang belajar atau hanya sedikit belajar selama pandemi. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal seperti terbatasnya ketersediaan materi belajar yang memadai, terbatasnya atau tidak memiliki kuota internet, tidak mempunyai gawai, bahkan demotivasi karena sulit memahami pekerjaan rumah dan tidak mendapat bimbingan guru.

“Studi kami sangat jelas menggambarkan bahwa banyak anak-anak di Indonesia menghadapi kesulitan dalam belajar daring, motivasi belajar menjadi menurun dan ini bisa berpengaruh pada kemampuan literasi dan numerasi anak”, tambah Selina. ***

Editor: Ruth Tobing


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah