Alissa Wahid: Hormati Hak Beragama Orang Lain, Bukan Soal Halal atau Haram

19 Januari 2022, 08:28 WIB
Alissa Wahid turut menanggapi perihal video viral yang memperlihatkan seorang pria yang menendang sesajen di Gunung Semeru. /Kolase Foto Instagram/@Alissa_wahid dan Twitter/@setiawan3833

SEPUTAR CIBUBUR - Koordinator Jaringan Nasional Gusdurian Indonesia Alissa Wahid mengatakan, tidak boleh mengambil hak beragama orang lain dan memaksakan ajaran agamanya karena hal itu tidak sesuai ajaran agama dan dapat melukai rasa kebangsaan dan nilai-nilai toleransi.

Hal itu disampaikannya terkait dengan kasus perusakan sesajen yang dinilai mencoreng hak kebebasan beribadah dan berkeyakinan individu seseorang, serta melukai nilai keberagaman dan toleransi yang telah tumbuh subur di Indonesia.

"Jadi bukan soal sesajen itu haram atau tidak. Kita bisa berbeda pendapat soal itu (sesajen), tetapi yang jelas tidak boleh mengambil hak orang lain. Dan ketika ada orang memaksakan ajarannya kepada orang lain di negara ini, nah itu merupakan pelanggaran," ujarnya di Sleman, seperti dilansir Antara Selasa 18 Januari 2022.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Sagitarius dan Capricorn, Rabu 19 Januari 2022: Cinta Menyenangkan, Kerja Keras akan Berbuah

Perempuan yang baru saja terpilih menjadi Ketua Tanfidziyah PBNU 2022-2027 ini melihat ada beberapa hal menarik yang ditemui pada insiden merusak sesajen, yaitu banyaknya kelompok yang mendukung aksi tidak beradab, intoleran, dan bahkan hingga menjadi perdebatan di kalangan warganet.

"Kenapa banyak yang mendukung? Karena mereka menganggap sedang menjalankan perintah agama. Tetapi dia juga lupa, bahwa menghormati hak orang lain itu termasuk perintah agama juga," ucapnya.

Demikian juga termasuk perintah untuk menaati peraturan, membangun kehidupan bersama yang baik dan membangun kemaslahatan umat, menurutnya adalah semata-mata juga bagian dari ajaran agama. Karena tidak etis jika ujaran atau perilaku yang demikian, dianggap sebagai kebebasan berpendapat, berekspresi, dan berpikir.

“Dalam Alquran tertuang, la iqro hafidzin, yaitu tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam). Itu panduan, jadi kebebasan berpendapat itu betul, tetapi tidak sama dengan bertindak semau-maunya,” tegasnya.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Libra dan Scorpio, Rabu 19 Januari 2022: Cinta Saatnya Terbuka, Karir Lepas Landas

Perempuan yang merupakan putri sulung Presiden ke-4 RI (alm) KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu lebih lanjut mengatakan, di dalam Alquran Surat Al Maidah ayat 8 dikatakan ‘Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, membuatmu berlaku tidak adil. Adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa’.

"Seseorang yang berlaku intoleran, tidak memahami kaidah hidup beragama yang sudah digariskan di dalam Islam. Soal keadilan itu sudah jelas sekali tertuang di dalam Alquran," jelas Alissa.

Ia kembali menegaskan, agar masyarakat tidak semata-mata mentafsirkan sesuatu secara tekstual atau mempedomani satu perintah saja untuk dipraktikkan, tetapi tidak memahami makna dan nilai di baliknya, sehingga tidak mendapatkan kaidah hidup beragama yang sudah diwariskan dalam ajaran Islam.

"Jadi tidak bisa kita hanya mempedomani satu perintah saja tentang memberantas kemusyrikan. Dan kebanyakan orang itu seringkali hanya berhenti di praktiknya tetapi tidak paham nilainya," ujarnya.

Untuk itu, Alissa juga mengingatkan setidaknya ada dua hal yang dapat dilakukan kelompok moderat agar bersikap bijak ketika menghadapi fenomena kasus intoleransi dan ujaran kebencian atas nama agama.

Baca Juga: Kebijakan Satu Harga Minyak Goreng Rp14.000 Per Liter Berlaku Mulai Hari Ini

“Yang pertama, tokoh moderat serta pemuka agama perlu menyampaikan pendapatnya, karena kalau tidak berpendapat itu kemudian seakan-akan menjadi hal yang dianggap benar. Sehingga tokoh moderat dan pemuka agama perlu menasihati dan meluruskan pemahaman keagamaan yang dangkal seperti itu," tuturnya.

Yang kedua menurutnya, perlunya memperkuat hubungan antar-kelompok masyarakat yang masih ingin merawat bangsa Indonesia karena dirinya melihat masih banyak kelompok yang maunya merawat kelompoknya saja.

"Jadi itu penting kita bersuara dengan lantang bahwa kita tidak ingin tindakan seperti ini tumbuh subur di Indonesia. Saya berharap hal ini akan dapat menghimpun dan menimbulkan suara yang lantang menolak praktik intoleransi di bumi pertiwi," ucapnya.

Di sisi lain, ia mengharapkan peran aktif pemerintah dalam mendorong upaya melindungi bumi pertiwi dari praktik intoleransi dan ujaran kebencian atas nama agama, suku bahkan ras, guna menciptakan lingkungan yang baik bagi penerus bangsa ke depannya.

"Dari sisi pemerintah juga perlu adanya penindakan tegas dan menjadikan kasus intoleransi tadi menjadi pelajaran, serta memperkuat barisan sebagaimana telah adanya RAN-PE (Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Ekstrimisme berbasis kekerasan) dan Peta Moderasi Beragama," ungkapnya.

Terakhir, dia berpesan kepada seluruh pihak untuk bekerja sama menyukseskan apa yang tertuang dalam dua perangkat besar tersebut. Ini demi memastikan masyarakat memiliki pandangan keagamaan yang berbasis keadilan, keseimbangan, menaati konstitusi dan melindungi martabat kemanusiaan dan kemaslahatan bersama.***

Editor: Ruth Tobing

Tags

Terkini

Terpopuler