Diskusi Soal Perjanjian Tata Kelola Hutan dengan Jerman, Wamen LHK Ingatkan Uni Eropa agar Adil Soal Dagang

18 Oktober 2023, 19:40 WIB
Wakil Menteri LHK Alue Dohong (kanan) saat memimpin delegasi Indonesia berdiskusi dengan pemerintah Jerman /KLHK/

SEPUTAR CIBUBUR - Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong mengingatkan agar Pemerintah Uni Eropa memperlakukan perdagangan dengan negara berkembang secara adil, sehingga tidak terjadi diskriminasi terutama terhadap pelaku usaha kecil dan menengah.

Hal itu ditegaskan Alue saat bersama Delegasi Indonesia melakukan kunjungan kerja di Jerman dengan mengunjungi Kementerian Pangan dan Pertanian Jerman (BMEL) dan Kementerian Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan Jerman (BMZ) di Berlin, Jerman, Selasa, 17 Oktober 2023.

Baca Juga: Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri Akan Segera Diperiksa Terkait Dugaan Pemerasan SYL

Di BMEL, Delegasi Indonesia diterima oleh State Secretary Silvia Bender dan Matthias Schwoerer, Kepala Divisi Eropa dan International Forest Policy.

Di sana, Wamen Alue Dohong menyampaikan bagaimana Indonesia memulai proses perjanjian kemitraan kehutanan Forest Law-Enforcement Governance and Trade (FLEGT) dari tahun 2001 sampai ditandatangani Uni Eropa dan Indonesia pada tahun 2013.

Dalam perkembangannya, Wamen Alue Dohong mengungkapkan Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) telah mampu menekan angka pembalakan liar di Indonesia dan meningkatkan ekspor produk kayu, terutama ke Uni Eropa.

“Namun, dengan mulai berlakunya Uni Eropa Deforestation-free Regulation (EUDR) pada tahun 2023, para pelaku usaha produk kayu mempertanyakan status FLEGT yang telah dibangun antara Uni Eropa dan Indonesia dan menyampaikan beban uji tuntas (due diligence) akibat berlakunya EUDR,” katanya.


Menjawab pertanyaan tersebut, State Secretary Silvia Bender menyampaikan bahwa Pemerintah Jerman memahami permasalahan pemberlakuan EUDR terutama pada unit usaha kecil dan menengah karena pemberlakuan EUDR juga dirasakan oleh pelaku usaha di Jerman. Pemerintah Jerman sendiri masih mengkaji implementasi due diligence di perbatasan negara.

Secara spesifik State Secretary Silvia Bender juga menyampaikan alasan EUDR diterapkan karena pengelolaan hutan di negara produsen masih kurang baik sebagaimana berita di media itu keliru.

“Terkait hal tersebut, Pemerintah Jerman menampung aspirasi Pemerintah Indonesia dan akan menyampaikannya dalam forum Uni Eropa yang lebih tinggi di Brussels,” ungkapnya.

Di BMZ Delegasi Indonesia diterima oleh State Secretary Jochen Flasbarth, Staf Ahli Dr. Laura Schneider, dan Dr. Andreas Foerster.

Dalam kesempatan tersebut, Wamen Alue menyampaikan kembali permasalahan implementasi EUDR yang tidak hanya berpengaruh pada produk hasil hutan, namun juga pada komoditi lainnya, yaitu minyak kelapa sawit, kopi, coklat, dan karet, serta sistem penentuan tingkat negara berisiko (risk country), yang sangat mendiskreditkan negara.

Menanggapi hal ini, State Secretary Jochen Flasbarth menyampaikan bahwa pihaknya mengerti akan permasalahan yang muncul akibat implementasi EUDR dan berjanji akan menyampaikan concern Indonesia pada forum yang lebih tinggi.

Baca Juga: Universitas INABA dan STIE Gema Kolaborasi Gelar Pelatihan Kader Wisata Berbasis Digital di Desa Cibiru Wetan

Selain terkait EUDR dan gambut, Wamen Alue yang didampingi oleh Dubes Indonesia untuk Jerman, Dubes Havas Oegroseno dan Plt. Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari, Agus Justianto menyampaikan kemungkinan Indonesia bergabung dalam Tropical Timber Trade Facility (TTTF).

State Secretary Jochen Flasbarth menyampaikan apresiasi concern Pemerintah Indonesia dan akan mengusulkan Indonesia masuk sebagai observer dalam TTTF untuk mengetahui isu perdagangan yang dibahas.

Dalam TTTF, Pemerintah Jerman memfasilitasi perdagangan antara negara-negara yang tergabung dalam Congo Basin dengan RRT yang sejak COP 26 di Glasgow telah menyatakan akan menghentikan pembalakan liar. ***

 

Editor: sugiharto basith budiman

Tags

Terkini

Terpopuler