SEPUTAR CIBUBUR- Bank Indonesia merupakan bank sentral pertama yang tidak mengakui penggunaan aset kripto sebagai alat pembayaran yang sah.
"Bank Indonesia tidak mengakui cryptocurrency sebagai alat pembayaran sah. Itu sebabnya di Indonesia istilahnya bukan cryptocurrency tapi aset kripto. Sekarang, banyak negara kemudian mengeluarkan statement dan regulasi seperti itu," kata Perry Warjiyo saat FGD dengan pimpinan redaksi media massa, Rabu 23 Februari 2022.
Namun demikian, Perry Warjiyo mengakui, aset kripto memiliki transaksi yang luar biasa besar. Karena itu, finansial supervisory saat ini tengah melakukan assement terkait potensi risiko-risiko dari transaksi aset kripto terhadap stabilitas sistem keuangan.
Baca Juga: OJK Sebut Produk Digital Ini Rawan Pencucian Uang, Member DNA Pro, Net89, Binomo Dll Perlu Nyimak
Perry menegaskan, dengan nilai transaksi aset kripto yang besar, namun bila tidak dipantau secara baik dikhawatirkan akan menimbulkan distabilitas terhadap pasar keuangan global maupun perekonomian Indonesia.
"Kita susun bagaimana rancangan pengaturan dan pengawasan aset kripto agar tidak menimbulkan stabilitas sistem keuangan dan global dan tidak timbulkan risiko lain termasuk keamanan siber, perlindungan konsumen, dan anti money laundering serta pendanaan untuk terorisme. Itu merupakan asesment yang dilakukan terhadap aset kripto," tegasnya.
Baca Juga: Member Robot Trading, Simak Nih Kiat Hindari Investasi Bodong dari Kominfo
Selain itu, kata Perry Warjiyo, assessment akan dilakukan terhadap pengawasan aset kripto yang dilakukan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
"Kami lakukan assesment implikasi ke stabilitas sistem keuangan dan moneter. Jadi, agenda dibahas dalam KSSK ini perlunya pengawasan monitoring perdagangan aset kripto," kata Perry.***