Sah! Kripto Segera Kena Pajak 'Double', Berikut Pernyataan Ditjen Pajak: Karena Komoditas ..

- 16 April 2022, 11:27 WIB
Kantor Dirjen Pajak Kemenkeu
Kantor Dirjen Pajak Kemenkeu /Humas Kemenkeu/

SEPUTAR CIBUBUR - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akhirnya mengenakan pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 0,1 persen-0,2 persen dalam transaksi pembelian aset kripto, terhitung 1 Mei 2022.

Hal ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 tentang PPN dan Pajak Penghasilan (PPh) atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.

"Bahwa penghasilan dari perdagangan aset kripto merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang menjadi objek pajak penghasilan," tulis PMK seperti dikutip Seputar Cibubur.com.

Baca Juga: Mengenal Robot Trading GSC (Gate Solutions Club), Investasi Bodong Yang Dihentikan Oleh Pemerintah

Pemerintah menyatakan bahwa aset kripto merupakan sebuah komoditas, sehingga memenuhi kriteria sebagai objek pajak pertambahan nilai atau PPN.

Pengenaan tarif PPN dan PPh tersebut akan dikenakan melalui penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) yang memfasilitasi transaksi, baik jual dan beli aset kripto.

Aturan ini akan berlaku mulai 1 Mei mendatang sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial (Fintech).

Kepala Sub Direktorat Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan, Bonarsius Sipayung menjelaskan dasar penarikan PPN dan PPh ini dilihat dari pergerakan aset kripto itu sendiri.

Baca Juga: Mengenal Mark AI, Perusahaan Robot Trading Ilegal Yang Diduga 'Merampok' Dana Membernya

"Ketika aset itu bergerak, dari satu akun ke akun lain. Apakah itu dalam konteks jual-beli atau dalam konteks tukar-menukar, itu terutang PPN. Bukan konteksnya uang yang keluar dari e-wallet dan terutang PPN," jelas Bonarsius dalam media briefing, Rabu 6 April 2022.

Oleh karena itu, pihak yang bertanggung jawab untuk menarik PPN dan PPh ini adalah mereka yang memfasilitasi jual dan beli aset kripto.

DJP mencatat saat ini terdapat 13 marketplace yang sudah diakui sebagai pihak transaksi jual beli aset kripto dan terdaftar di Bappebti.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor menilai bahwa aturan itu bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagaimana perlakuan PPN dan PPh atas transaksi kripto.

Perlakuan perpajakan mengacu kepada status aset kripto dalam kerangka hukum Indonesia.

Bank Indonesia menyatakan bahwa aset kripto bukanlah alat tukar yang sah, lalu Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dan Kementerian Perdagangan menegaskan bahwa aset kripto merupakan komoditas.

Baca Juga: Kabar Buruk Buat Investor Bitcoin Cs, Digital Futures Exchanges (Bursa Kripto Indonesia) Diundur Peluncurannya

Baca Juga: Sah! Rupiah Digital Segera Meluncur, Bank Indonesia: Kripto Dilarang Sebagai Alat Pembayaran

Karena komoditas, maka merupakan barang kena pajak tidak berwujud dan harus dikenai PPN juga agar adil,” ujar Neilmaldrin pada Rabu 13 April 2022.

Hal tersebut menjadikan aset kripto sebagai jenis objek pajak yang baru, mendasari terbitnya PMK 68/2022.

Menurut Neil, pemerintah pun mengupayakan penerapan aturan yang mudah dan sederhana terhadap kripto.

Pemerintah juga menerapkan besaran PPN, yaitu PPN besaran tertentu atau PPN Final dengan tarif 0,11% dari nilai transaksi perdagangan aset kripto dalam hal penyelenggara perdagangan adalah Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK). 

Nah, kalau penyelenggara perdagangan ini bukan oleh PFAK, maka tarif yang dikenakan sebesar 0,22% atau dua kali lipat. 

Sedangkan untuk jasa mining atau jasa verifikasi transaksi aset, maka akan dikenakan 1,1% dari nilai konversi aset kripto. 

Baca Juga: Tegas, Kripto Dilarang Difasilitasi Bank Oleh OJK, Alasannya ...

Kemudian, pemerintah juga mengenakan PPh pasal 22 final kepada aset kripto ini. Pasalnya, perdagangan yang dilakukan kemudian memberi tambahan kemampuan ekonomis bagi penjual sehingga ini menjadi objek pajak. 

Tarif PPh pasal 22 final yang dipatok sebesar 0,1% dari nilai aset kripto bila merupakan PFAK, atau bila bukan PFAK maka dikenakan sebesar 0,2% dari nilai aset kripto. 

Hal ini juga berlaku atas penghasilan yang diterima oleh penambang aset kripto.

Atas tambahan kemampuan ekonomis yang didapat, miner ini dibanderol tarif PPh pasal 22 sebesar 0,1% dari penghasilan yang diterima atau diperoleh, tidak termasuk PPN.

Terkait keputusan tersebut CEO Indodax, Oscar Darmawan menilai pengenaan PPN Final dan PPh masing-masing sebesar 0,1% masih cukup mahal. Ia berharap pajak yang diberikan bisa lebih murah lagi.

Sebab ia khawatir, jika tarif pajak terlalu tinggi, akan membuat industri kripto Indonesia yang saat ini sedang memimpin di pasar Asia Tenggara, justru bisa tertinggal.***

 

 

 

 

Editor: Danny tarigan


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah