SEPUTAR CIBUBUR – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa sampai 31 Oktober 2022 realisasi pendapatan negara sebesar Rp2.181,57 triliun dan realisasi belanja negara sebesar Rp2.351,09 triliun atau setara dengan 75,68% dari pagu yang ditetapkan dalam Penjabaran APBN 2022 yaitu sebesar Rp3.106,43 triliun.
Menanggapi hal itu, Ratna Juwita Sari, anggota Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Banggar DPR RI) menyayangkan masih rendahnya kinerja penyerapan belanja negara tersebut.
“Kita semua tahu bahwa tahun 2022 masyarakat masih berada dalam masa pemulihan pasca pandemi Covid -19. Patut disayangkan kalau realisasi belanja negara masih rendah, padahal masyarakat sebagai penerima manfaat sangat membutuhkan manfaatnya untuk dapat bangkit lebih cepat,” ungkap Ratna.
Secara khusus Ratna mengkritik realisasi belanja non-kementerian/lembaga yang baru mencapai 67,68%, termasuk realisasi belanja kementerian/lembaga yang belum mampu menembus angka psikologis 80%.
Baca Juga: Ketua Banggar DPR : Belanja Pemerintah harus bisa Dorong Pemulihan Ekonomi Nasional
“Dalam kondisi sulit seperti ini, masyarakat seharusnya dapat menerima manfaat langsung dari belanja negara, agar daya beli mereka terus terjaga. Rendahnya realisasi belanja tersebut, membuat masyarakat dihilangkan kesempatannya untuk menerima manfaat oleh pemerintah,” imbuh Ratna.
“Saya perlu mempertanyakan lagi, mana realisasi dari komitmen Presiden dan Menkeu yang akan melakukan reformasi struktural pada kebijakan APBN, kalau faktanya masih demikian,” gugat Ratna.
Baca Juga: Presiden Minta APBN 2022 Dirancang Responsif, Antisipatif, dan Fleksibel