"Tata cara pengajuan dan pemberian restitusi kepada korban tindak pidana juga dilaksanakan sejak kasusnya berada dalam tahap penyidikan maupun penuntutan," ujar Edwin.
Edwin mengungkap, terdapat beragam modus dalam investasi ilegal dan robot trading. Sehingga kerugian pada korban harus dikembalikan.
Baca Juga: Gantungkan Nasib Kepada Jaksa, Korban tak Soal Jika Bos Indosurya Dihukum Rendah Asal..
"Aparat penegak hukum tidak hanya berorientasi pada pelaku, tapi juga mengurangi dampak kerugian yang dialami korban atas tindak pidana tersebut dengan memfasilitasi restitusi," ucap Edwin.
Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Aturan itu didukung Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi kepada Korban Tindak Pidana.
"Dalam perkembangan sistem peradilan pidana tidak hanya berorientasi kepada kepentingan pelaku, tetapi juga berorientasi kepada perlindungan korban," tegas Edwin.
Sebelumnya, LPSK menerima 4.550 pengajuan restitusi para korban Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari perkara 15 platform robot trading dan investasi ilegal. Data ini diperoleh sejak Maret-Desember 2022.
Tercatat, permohonan restitusi ke LPSK dalam perkara investasi ilegal dan robot trading meliputi 15 platform meliputi: Fahrenheit, Viralblast, Binomo, Quotex, Olymtrade, DNA Pro, KSP Indo Surya, Fikasa, Sunmod Alkes, Evotrade, Yagoal, ATG, FIN888, NET 89 dan KSP Sejahtera Bersama.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 4.063 permohonan yang telah dilakukan penghitungan oleh LPSK dengan jumlah total mencapai Rp. 1.963.967.880.292 atau Rp1,9 triliun. Sisanya, sebanyak 487 permohonan tidak dapat dilakukan proses penghitungan karena tidak dapat memberikan data dukung atas kerugian, seperti pemohon dalam perkara Evotrade. ***