Budaya Konsumsi Masyarakat Indonesia 2023-2024 Bergeser, Ini Penyebabnya

- 24 Februari 2023, 14:41 WIB
Gedung Kantor Bank DBS Indonesia di Jakarta. Foto Bank DBS Indonesia
Gedung Kantor Bank DBS Indonesia di Jakarta. Foto Bank DBS Indonesia /

SEPUTAR CIBUBUR – Badan Pusat Statistik (BPS) menemukan adanya kenaikan rata-rata konsumsi per kapita di Indonesia sebesar 3,6% dari Rp1,28 juta per bulan pada September 2021 menjadi Rp1,33 juta pada Maret 2022. Turut melakukan survei kepada lebih dari 700 responden Indonesia dari berbagai kelas pemasukan pada November 2022, DBS Group Research mendapati peningkatan konsumsi masyarakat terhadap produk makanan menjadi 50,1% pada 2022 dari yang sebelumnya 49,2% pada 2020. Kenaikan tersebut ditengarai berkat adanya himbauan masyarakat untuk stay at home guna mencegah penyebaran Covid-19.

Riset ini pun meneliti bagaimana inflasi dan ancaman resesi mengubah pola pengeluaran dan konsumsi masyarakat yang tidak hanya terjadi pada saat pandemi dari 2020-2022, namun juga terlihat pada saat inflasi 2013-2015.

Baca Juga: Dukung Kenaikan UMP Anies Baswedan, Bappenas: Dorong Konsumsi Masyarakat hingga Rp180 Triliun Per Tahun

Peningkatan inflasi 8% pada Juli 2013 dan Desember 2014 dipicu oleh kenaikan harga Premium dan Diesel pada Juni 2013 dan November 2014. Ini disertai dengan kebijakan Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga dari 5,75% pada Januari 2013 menjadi 7,5% pada Desember 2015. Akibatnya, pengeluaran konsumsi rumah tangga Indonesia menurun dari 5,7% pada awal 2013 menjadi 4,9% pada akhir 2015.

Setelah itu, pola konsumsi bergeser ke produk non-makanan yang meningkat masing-masing menjadi 50% dan 52,5% pada tahun 2014 dan 2015, dari 49,3% di 2013. Hal ini terjadi atas dasar tingginya pengeluaran untuk perabotan rumah tangga.

Tahun 2023 diprediksi menjadi tahun yang gelap karena adanya ancaman inflasi dan resesi yang sudah terdengar sejak penghujung tahun 2022. Melalui risetnya, DBS Group Research memprediksi pola konsumsi Indonesia pada 2023 dan 2024. Mari simak lima temuan riset tersebut di bawah ini!

  • 1. Ekonomi makro masih tergolong kuat di tengah tingginya angka inflasi

Hal ini berkat adanya relaksasi pembatasan mobilisasi masyarakat di tengah menurunnya angka Covid -19. Ekonomi Indonesia meningkat menjadi 5,7% secara tahunan pada kuartal ketiga 2022 dibandingkan dengan 5,4% pada kuartal sebelumnya. Pencapaian ini dipicu oleh pertumbuhan angka investasi, dorongan siklus dari harga komoditas yang tinggi, serta peningkatan permintaan akan restock dan dimulainya kembali kegiatan dalam sektor jasa.

Baca Juga: Inflasi Inggris turun dari level tertinggi Selama 41 Tahun Terakhir, karena Lonjakan Harga Bahan Bakar Mereda

Hal ini membantu mengimbangi dampak penurunan pendapatan riil dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Pemerintah juga memperluas subsidi angkutan umum daerah untuk meredam dampak kenaikan harga bahan bakar terhadap daya beli dan memberikan bantuan keuangan bagi rumah tangga berpemasukan menengah ke bawah.

  1. Konsumsi akan melambat di 2023 karena meningkatnya angka inflasi, bercermin dari pola inflasi pada 2013-2015 dan hasil survei konsumen Bank DBS Indonesia 

Pada periode 2013-2015 terjadi kenaikan tajam akan harga BBM dan inflasi yang menyebabkan penurunan konsumsi dengan jeda sekitar enam bulan. Hal serupa diprediksi akan terjadi di mana Ekonom DBS Group Research Radhika Rao memprediksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) 2023 akan bertahan di 5%, lebih rendah dari 5,4% pada 2022 lalu.

Halaman:

Editor: Ruth Tobing

Sumber: Siaran Pers


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah