Rumah Produksi Bersama Fasilitasi UMKM Naik Kelas, Dari Hilirisasi hingga Akses Pasar dan Permodalan

- 30 Maret 2024, 22:54 WIB
Menteri Koperasi dan UKM RI, Teten Masduki meninjau kegiatan para perajin produk kulit Sukaregang di Rumah Produksi Bersama Produk Kerajinan Kulit di Jalan Guntur, Kabupaten Garut, Sabtu, 17 Februari 2024 yang merupakan rangkaian dari kegiatan peresmian.
Menteri Koperasi dan UKM RI, Teten Masduki meninjau kegiatan para perajin produk kulit Sukaregang di Rumah Produksi Bersama Produk Kerajinan Kulit di Jalan Guntur, Kabupaten Garut, Sabtu, 17 Februari 2024 yang merupakan rangkaian dari kegiatan peresmian. /kabar-priangan.com/DOK/

SEPUTAR CIBUBUR - Usaha Kecil dan Menengah seharusnya tidak hanya menghasilkan produk semacam keripik emping semata, namun sudah harus masuk pada rantai pasok industri dan ini membutuhkan sentuhan ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi.

Demikian disampaikan Dr Ali Alkatiri,  Asisten Deputi Pengembangan Kawasan dan Rantai Pasok UKM Kementerian Koperasi dan UKM, pada diskusi Center for Technology and Innovation Studies (CTIS), Rabu, 27 Maret 2024. 

Dalam diskusi yang dipandu Ketua Komite Kebencanaan dan Pengembangan Wilayah CTIS, Dr. Idwan Soehardi itu, Ali Alkatiri mengungkapkan bahwa ada potensi besar yang bisa digarap dan bisa dikembangkan kedepan, yaitu usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).  “Sebagai mantan Perekayasa di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) saya ingin teknologi menjadi pemacu perkembangan UMKM di tanah air,”  kata Ali.  

Baca Juga: Industri Perlu Investasi Mitigasi Bencana, Jamin Keberlanjutan Usaha

Betapa tidak, UMKM berkontribusi 60,5% pada PDB Nasional. Lalu 60% investasi Nasional datang dari UMKM. Selain itu 15% ekspor non-migas adalah hasil UMKM. Permasalahannya, 99,6% usaha didominasi usaha mikro dan 109,8 juta pekerja hanya berkecimpung di usaha mikro.  Ini yang harus diangkat kelasnya menjadi usaha kecil dan kemudian menjadi usaha menengah.  Caranya, lewat hilirisasi, lewat pemberian nilai tambah pada produk UMKM dan lewat penerapan iptek. 

Menurut Ali, Pemerintah telah menginventarisasi 21 komoditas yang sudah memiliki peta jalan hilirisasi dengan potensi investasi 535 miliar dolar AS.  Ini termasuk hilirisasi sumberdaya mineral dan migas, serta hilirisasi komoditas non-migas, seperti kelapa sawit, kelapa, karet, biofuel, kayu getah pinus, udang, ikan, kepiting, rumputlaut, dan garam.   Dalam proses hilirisasi ini maka UKM bisa masuk sebagai bagian dari rantai pasok industrinya. 

Disinilah kemudian Pemerintah membangun Rumah Produksi Bersama (RPB) di daerah-daerah dalam rangka hilirisasi dan pengelolaan UKM secara terpadu.  Untuk masuk tahap industri maka produk harus memiliki standar industri dan di RPB inilah sumberdaya manusia UKM disiapkan. 

Lewat RPB maka akses penyediaan bahan baku dimaksimalkan, juga perluasan akses pasar dan ada penyediaan akses permodalan.  Di samping kualitas dan kuantitas produk UKM terjamin, maka RPB bisa memangkas mata rantai produksi, sehingga semakin efisien dan memerkuat daya saing produk UMKM di pasar internasional.  Ini jelas menjamin kepastian pengembalian pinjaman dari perbankan, juga sekaligus meningkatkan pendapatan daerah, sekaligus menghasilkan devisa bagi Negara.

Sejak Program Rumah Produksi Bersama (RPB) digulirkan pada tahun 2022, saat ini telah berdiri 11 RPB di 11 Kabupaten dengan produk UKM yang beragam.  Misalnya, RPB di Kabupaten Minahasa Selatan memproduksi sabut kelapa untuk memasok pabrik-pabrik mobil. 

Halaman:

Editor: sugiharto basith budiman


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x