Lima Alasan Mengapa Masyarakat Indonesia Disebut Terjebak dalam Herd Stupidity

23 Juni 2021, 19:40 WIB
Ilustrasi. Alih-alih menuju herd immunity (kekebalan kelompok), karena kebodohan berjamaah Indonesia disebut-sebut saat ini sedang terjebak dalam herd stupidity /Pixabay

SEPUTAR CIBUBUR – Saat ini negara-negara di dunia sedang berjuang melawan cepatnya penyebaran virus Corona. Hampir semua negara menempuh strategi mempercepat herd immunity (kekebalan kelompok) dengan jalan melakukan vaksinasi massa Covid-19.

Indonesia salah satu negara mengambil jalan vaksinasi massal untuk mencapai herd immunity. Karena itu, kedatangan lagi 10 juta bulk vaksin Covid-19 buatan Sinovac, perusahaan biofarmasi asal Tiongkok ke Indonesia pada Minggu, 20 Juni 2021 lalu merupakan kabar gembira.

Tapi sayangnya, alih-alih menuju kekebalan kelompok, karena kebodohan berjamaah masyarakatnya, Indonesia disebut-sebut saat ini sedang terjebak dalam herd stupidity atau kebodohan kelompok, seperti yang dialami India beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Di Jakarta, 442.059 Orang Sembuh dari Covid-19

Dikutip dari urbandictionary, herd stupidity diartinya sebagai tindakan bodoh yang dilakukan orang-orang secara bersama-sama, tanpa disadari. Mereka mengabaikan aturan yang sudah dibuat.

Dalam konteks pandemi Covid-19, herd stupidity ditandai dengan pelanggaran protokol kesehatan secara komunal alias bersama-sama dan masif.

Hal ini tidak hanya dilihat dari pemberitaan televisi, tapi banyak sekali atraksi kebodohan masyarakat yang dipertontonkan di media sosial yang secara sadar mengabaikan protokol kesehatan.

Baca Juga: Jumlah Orang Terpapar Covid-19 di Jakarta Mencapai 479.043

Bahkan parahnya, ada juga masyarakat dan tokoh publik yang terang-terang menyatakan tidak percaya adanya virus Corona.

Misalnya, tetap mudik meski sudah dilarang, berlibur ke tempat ramai, makan tanpa menjaga jarak di restoran, dan nongkrong masih menjadi pemandangan di beberapa tempat.

Sempat beredar juga cerita di media sosial mengenai orang yang sedang isolasi mandiri tapi malah keluar untuk makan di restoran.

Baca Juga: Efektivitas Hanya 47 Persen Jadi Sebab Vaksin CureVac Asal Jerman Dinyatakan Tidak Lulus Uji Klinis WHO

Inilah gambaran nyata dari herd stupidity yang masih terus berlangsung di tengah masyarakat Indonesia.

Herd stupidity juga dapat digambarkan pada orang-orang yang mempercayai hoaks vaksinasi Covid-19.

Dampaknya bisa dilihat di media massa, gelombang kedua virus corona di Indonesia datang.

Kasus pasien positif melonjak, BOR (bed occupancy rate) fasilitas kesehatan menipis, mutasi virus semakin cepat, dan angka kematian meningkat.

Baca Juga: Malas Bergerak Picu Nyeri Sendi dan Otot

Lantas, mengapa masyarakat secara komunal menjadi lalai pada protokol kesehatan dan mengentengkan pandemi? Berikut beberapa alasan mengapa herd stupidity terjadi.

1. Alami Pandemic Fatigue

Dijelaskan oleh psikolog Ikhsan Bella Persada, M.Psi., salah satu hal yang membuat seseorang menjadi abai tersebut adalah pandemic fatigue atau kelelahan pandemik.

Seperti diketahui, pandemi Covid-19 sudah berjalan satu tahun lebih. Hal ini tanpa disadari dapat membuat seseorang lelah hingga menjadi lalai.

“Pandemic fatigue itu secara emosi dan pikiran mereka merasa lelah dengan kondisi pandemi yang tidak kunjung berakhir. Di lain sisi, mereka ingin bisa kembali melakukan banyak aktivitas seperti dulu, misalnya nongkrong atau bepergian,” jelas Ikhsan.

Baca Juga: Yuk Cek Persyaratan Program Magang Bersertifikat dan Studi Independen Kampus Merdeka, Kemendikbudristek

2. Merasa Aman karena Sudah Divaksin

Menurut Ikhsan, melonggarnya protokol kesehatan ini terjadi karena individu merasa sudah divaksin sehingga sudah pasti aman.

Padahal, vaksin sama sekali tidak menjamin Anda bakal kebal dari ancaman infeksi Covid-19 . Vaksin hanya membantu menghindarkan Anda dari gejala berat saat terinfeksi.

3. Kasus Positif Sempat Menurun

Selama beberapa waktu lalu, kasus coronavirus di Indonesia memang sempat menurun. Hal ini memang baik, tapi di sisi lain masyarakat jadi merasa pandemi sudah selesai.

Orang-orang jadi merasa aman bepergian keluar dan cenderung mengabaikan protokol kesehatan.

Baca Juga: Komedian Indro Warkop Bingung Kena Covid-19, Padahal Patuh Prokes

4. Menganggap Keluarga/Teman Sehat

Melansir dari UC Davis Health, Kaye Hermanson, psikolog klinis di Departemen Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi mengatakan, lalainya protokol kesehatan bisa terjadi karena orang menganggap berkumpul dengan keluarga atau teman yang terlihat sehat adalah aman.

Pertemuan keluarga dan pertemanan pun mulai banyak dilakukan saat pandemi. Padahal, peneliti di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), dalam penelitian di Journal of American Medical Association, mengonfirmasi lebih dari setengah kasus COVID-19 di AS ditularkan oleh orang-orang tanpa gejala.

Saat tidak menggunakan masker dan menjaga jarak, orang-orang tanpa gejala itu menularkan Covid-19 melalui droplet.

Baca Juga: Nama-Nama Bayi Unik, terinspirasi Pandemi: Covid Bryan Hingga Lockdown

5. Faktor Lingkungan

Selain itu, menurut psikolog Ikhsan, lingkungan juga dapat berpengaruh terhadap lalainya protokol kesehatan selama pandemi.

“Lingkungan itu bisa memengaruhi dan membentuk mindset kita. Kalau lingkungannya mengabaikan protokol kesehatan, bisa saja orang lainnya ikutan juga,” kata dia.

“Contohnya di beberapa daerah, banyak orang yang tidak mau divaksin atau dites swab. Masih banyak juga yang enggak pakai masker,” ucapnya.

Baca Juga: Jaga Kelestarian Hutan, Tuk INDONESIA Menuntut MUFG dan Anak Perusahaannya Tidak Danai Sektor Pulp dan Kertas

Bisa jadi, itu karena beberapa orang dalam lingkungan tersebut melakukan hal yang sama. Pada akhirnya, orang-orang di sekitarnya jadi ikut terpengaruh.

“Misalnya, ‘jangan mau dites swab memangnya kita tertular COVID-19’, ‘kalau sakit jangan mau ke rumah sakit nanti dipositifkan’, atau ‘jangan mau divaksin nanti meninggal atau sakit’,” Ikhsan mencontohkan. ***

 

Editor: Erlan Kallo

Sumber: klikdokter.com

Tags

Terkini

Terpopuler