Vaksin Tidak Memberikan Perlindungan 100%

- 3 Mei 2021, 21:06 WIB
Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada pegawai pusat perbelanjaan saat vaksinasi massal di Bandung, Jawa Barat, Kamis (1/4/2021). Sebanyak 2.000 pegawai pusat perbelanjaan di Kota Bandung menjalani vaksinasi COVID-19 pada tahap dua vaksinasi nasional guna memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat yang akan berkunjung ke pusat perbelanjaan. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/hp.
Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada pegawai pusat perbelanjaan saat vaksinasi massal di Bandung, Jawa Barat, Kamis (1/4/2021). Sebanyak 2.000 pegawai pusat perbelanjaan di Kota Bandung menjalani vaksinasi COVID-19 pada tahap dua vaksinasi nasional guna memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat yang akan berkunjung ke pusat perbelanjaan. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/hp. /RAISAN AL FARISI/ANTARA FOTO

SEPUTAR CIBUBUR – Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Alergi Immunologi, Dr dr Gatot Soegiarto, Sp.PD-KAI, FINASIM, menegaskan, vaksin tidak memberikan perlindungan yang bersifat 100%. Dalam kondisi sekarang, The World Health Organization (WHO) mengatakan, vaksin hanya memberikan perlindungan 50% saja. Perlindungan 50% artinya kalau dibandingkan orang yang tidak divaksin, orang yang divaksin risiko tertularnya 50% lebih rendah.

Kasus total di Indonesia sudah di atas 1,6 juta, dengan kematian lebih dari 44 ribu. Saat ini, Indonesia berada di peringkat ke-18 di dunia, dari sisi jumlah kasus Covid-19. Untuk itu, Indonesia masih perlu waspada. Sebab, baru melakukan vaksinasi 2% dari target jumlah orang yang divaksin.

Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) pun telah mengeluarkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization pada vaksin Sinovac dengan efikasi 65,3%. Artinya, risiko tertularnya 65,3% lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak divaksin. Angka ini juga berarti orang yang divaksin pun masih tetap ada kemungkinan terinfeksi Covid-19.

Baca Juga: Tinggi, Risiko Kematian Pasien Sirosis Hati

“Namun kemungkinannya lebih kecil ketimbang mereka yang tidak divaksin. Termasuk yang sudah pernah terinfeksipun masih bisa terkena,” tutur dia di sela Virtual Talkshow Kesehatan Soho Global Health, belum lama ini.

Orang yang telah divaksin, kata dr Gatot, memiliki respon yang berbeda-beda. Tergantung usia, gender, kualitas gizi, apakah memiliki penyakit penyerta, dan stres. Orang yang usianya lebih muda dibandingkan dengan yang tua, respon atau titer antibodi yang dibentuk lebih rendah yang berusia lebih tua. Karena orang tua mengalami penurunan fungsi. Salah satunya fungsi imun yang menurun. Kemudian, orang dengan gizi bagus respon antibodi lebih tinggi dibandingkan dengan yang bergizi buruk.

Faktor stres juga berpengaruh. Orang yang stres, kemampuan membentuk antibodinya juga menurun. Termasuk untuk mereka yang mengonsumsi antibiotika, respon imun atau kemampuan untuk membentuk antibodi juga turun. Sebaliknya ada bahan tertentu yang memiliki kemampuan untuk membentuk titer antibodi seperti echinacea purpurea, bahan herbal yang bermanfaat sebagai immunomodulator.

Baca Juga: Begini Kesiapan Garuda Terkait Larangan Mudik  

"Penggunaan immunomodulator seperti echiancea purpurea ternyata bisa meningkatkan titer antibodi terhadap vaksinasi. Respon tubuh menjadi lebih baik," jelas Dr. Gatot.

Halaman:

Editor: Ruth Tobing


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x