SEPUTAR CIBUBUR - Dalam waktu dua pekan, sebanyak 127 bhikkhu dan umat awam Buddha dari tradisi Theravada asal Thailand mengunjungi Vatikan. Delegasi pertama datang ke Vatikan pada 15 Juni 2023 bertujuan untuk memajukan perdamaian lintas agama demi perdamaian global. Sementara delegasi kedua tiba 21 Juni 2023 mengusung tema Walk for Peace (Berjalan untuk Perdamaian) tentu saja dengan tujuan senada.
Pater Markus Solo Kewuta SVD, dari Dikasterium untuk Dialog antar Umat Beragama Tahta Suci Vatikan menyambut baik dan sangat mendukung kunjungan untuk perdamian tersebut.
“Di tengah berbagai macam konflik dan perpecahan di dunia ini, betapa indahnya mengalami momen seperti ini. Bagi mereka yang berkendak baik dan berjuang untuk perdamaian lintas agama dan perdamaian global, kami hari ini ingin mengatakan: You don’t walk alone. Anda tidak berjalan sendirin. We walk together, hand in hand, for peace and harmony. Tidak ada yang lebih indah dan membahagiakan selain hidup dalam suasana rukun dan damai, saling memahami dan saling menghormati,” tutur Pater Markus Solo, saat menerima delegasi Work for Peace, Rabu (21/6/2023).
Padre Marco, demikian ia akrab disapa, menjelaskan bahwa kedatangan para bhikkhu dan umat Buddha asal Thailand ini untuk melakukan dialog dengan Dikasteriusm untuk Dialog antar Umat Beragama dan juga berkeinginan untuk menemui Paus Fransiskus.
Baca Juga: Paus Masuk RS, Padre Marco: Mohon Umat Doakan Kesembuhan
Delegasi pertama dikepalai oleh Ven. Somdet Phra Mahathirachan. Seorang Abbot dari Real Temple Wat Phra Cetuphon (Wat Pho) dan dari pihak agama Katolik Thailand adalah Uskup Francis Xavier Vira Arponratan, Uskup Chiang Mai.
“Di dalam pertemuan itu kami semua tunduk berdoa menurut keyakinan kami masing-masing untuk kesembuhan Paus Fransiskus. Baru sehari setelahnya, Jumat, 16 Juni 2023, Paus Fransiskus boleh meninggalkan rumah sakit,” ungkap Padre Marco.
Menurut dia, sekalipun jadwal pertemuan mereka dengan Paus pada hari Kamis, 15 Juni batal karena Paus masih berada di rumah sakit, mereka tidak merasa kecewa. Malah mereka sendiri yang membawa spanduk besar bertuliskan niat baik mereka untuk berdoa memohon kesembuhan Paus.
Dalam kesempatan itu, mereka sempat diantar delegasi Dikasterium untuk Dialog antar umat Bergama masuk ke dalam Basilika Santo Petrus dan Katakombe. Mereka pun sangat mengagumi kemegahan Basilika yang diklaim terbesar dari segi makna di dalam kalangan Gereja Katolik ini. Juga mereka tidak ketinggalan mengagumi hasil seni peninggalan Bramante, Raphael dan Michelangelo.
Baca Juga: Jenazah Paus Benediktus XVI Dapat Tepuk Tangan, Ini Penjelasan Padre Marco
Di Katakombe mereka mengunjungi makam para Paus, terutama makam santo Petrus Rasul, Paus Benediktus XVI dan Paus Paulus VI. Di dalam Basilika mereka berdiri dan merenung sejenak di depan makam Paus Yohanes XIII yang mencetuskan dan membuka Konsili vatikan II dan makam Paus Yohanes Paulus II, Paus pencinta perdamaian itu.
“Lagi-lagi mereka harus menerima kabar pembatalan bertemu dengan Paus yang sudah dijadwalkan karena Paus Fransiskus masih harus beristirahat untuk membantu proses penyembuhan bekas operasi. Sekalipun demikian, semangat mereka untuk menebar dan memajukan perdamaian tidak luntur. Saya diminta dari Kantor untuk mendampingi para Bhikkhu dan kaum awam hari ini ke bagian dalam Vatikan dan menjelaskan kepada mereka tentang Vatikan, Basilika Santo Petrus dan segala yang berkaitan dengan Vatikan,” ujar Padre Marco.
Baca Juga: Mangga Arumanis dan Kenangan Padre Marco tentang Paus Benediktus XVI
Menurut dia, delegasi kedua ini juga sangat antusias mengikuti semua penjelasan. “Sekali-sekali, Presiden delegasi, Master Phra Sutham Dhitadhammo mengambil alih mikrofon dari saya dan memberikan penjelasan tambahan tentang apa yang sudah saya katakan dengan mengaitkan dengan nilai-nilai agama Buddha,” ucap Padre Marco menambahkan.
Tujuan satu dan sama
“Sedetikpun beliau tidak melepaskan tangan saya. Hal ini membuat puluhan bahkan ratusan ribu manusia yang membanjiri Vatikan hari ini merasa terkesan dan memotret kami berulang-ulang. Tetapi bukan itu tujuannya. Saya memahami misi mereka yang dikemas dalam tajuk ‘Berjalan untuk Perdamaian’. Mereka sadar bahwa berjalan bersama-sama butuh kedekatan, saling menopang dan saling bergandengan tangan. Ada banyak bahaya dalam perjalanan yang bisa mengakibatkan kejatuhan dan rentetan akibat lainnya. Oleh karena itu, untuk selamat di jalan, orang harus saling bergandengan tangan,” tandas Padre Marco.
“Saya sangat menikmati gestikulasi khusus ini. Belum pernah saya alami sepanjang dan seintensif itu. Kesan saya, beliau juga sangat menikmatinya,” sambung Padre Marco.
Baca Juga: GKBRAy Paku Alam X Bahagia Ceplok Mangkara Kawung Diterima Paus Fransiskus
Menurut dia, para Bhikkhu yang lain pun sering ikut bergandengan tangan sehingga terjadi rantai gandengan tangan selama perjalanan.
“Betapa indahnya hidup ini! Sekalipun berbeda, kita masih bisa dan bahkan senang bergandengan tangan. Tidak ada kaitan dengan perkara iman. Ini soal kemanusiaan belaka yang diterjemahkan dari iman masing-masing. Benar kata Paus Benediktus XVI dalam satu kesempatan: Barangsiapa yang beriman, tidak pernah merasa sendirian. Dia selalu ingin mencari penganut agama lainnya. Mengapa? Karena asal usul kita satu dan sama. Tujuan kita pun satu dan sama. Yakni kepada Dia yang telah menciptakan kita semua, walaupun cara dan jalan kita berbeda,” demikian Padre Marco. (Lucius GK)